Pamer setahuku bukan tindak pidana. Cuma memang tidak baik untuk dilakukan. Maka tak perlu dilakukan.
Tapi jika ada orang pamer saat mudik, ya tak usah dianggap penting. Bahkan kasihani saja. Jika ada orang pamer saat pulang kampung, kasihani saja karena barangkali hanya itu kelebihannya.
Bisa saja dia tak bisa pamer di kota. Bisa saja dia tak punya kebahagiaan di perantauan. Bisa saja dia tersudut di kota.
Maka, ketika hidupnya tersiksa, dia pamer saat pulang kampung. Pamer kesuksesan yang bisa jadi sangat subjektif. Ya tak masalah jika ada orang pamer, bahkan kasihani saja.
Coba bayangkan wajahnya ketika ditekan oleh atasannya. Disuruh kerja tak kenal waktu. Disuruh banting tulang ketika banyak orang libur. Maka kasihanilah saja.
Kalau ketemu dengan orang pamer, maka pujilah dia. Beri doa yang baik semoga semakin sukses dan bahagia. Kemudian, mintalah doa agar kita juga sukses hidup di desa.
Jika mereka "merendahkan" kita, ya tak masalah. Senyumin saja supaya dia bahagia. Barangkali hanya itulah kebahagiaannya. Kebahagiaan yang hanya muncul setahun sekali karena selebihnya kehidupannya tak membahagiakan.
Potensi perantau menjadi pamer memang ada. Sebab, dia merasa menjadi "berbeda" dengan orang kebanyakan. Ya tak masalah, anggap enteng saja.
Repot kalau terlalu memikirkan tingkah pamer orang lain. Repot kalau memikirkan bagaimana orang pamer dan kaya, kemudian kita tidak.
Daripada repot memikirkan orang lain, mending pikir diri sendiri. Pikir diri sendiri agar lebih baik. Syukur-syukur bisa lebih bermanfaat bagi orang dan pihak lain.