Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Dua Kali Afrika Sabet Emas, Asia Kapan?

19 Juli 2021   23:55 Diperbarui: 20 Juli 2021   00:02 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Samuel Eto'o. Foto: BEN STANSALL/AFP dipublikasikan kompas.com

Ajang sepak bola putra Olimpiade adalah ruang paling masuk akal bagi negara di Afrika dan Asia untuk unjuk gigi. Sekalipun gengsinya jauh di bawah piala dunia, tapi Olimpiade tetaplah ajang dunia.

Apa yang membuat tim dari Afrika dan Asia bisa bersaing? Salah satunya adalah pembatasan umur. Diketahui, pemain di Olimpiade dibatasi berusia 23 tahun (khusus tahun ini sepertinya 24 tahun karena efek pandemi). Hanya ada tiga pemain senior yang boleh masuk skuat. Pemain senior adalah mereka yang usianya lebih dari 23 tahun.

 Pembatasan umur membuat disparitas antar tim di Olimpiade tak terlalu njomplang. Seperti diketahui, di kelompok umur, perbedaan antara satu tim dengan yang lain tak terlalu kentara. Mungkin karena mereka bisa dikatakan pemain yang masih hijau.

Beda ceritanya ketika senior, disparitas benar-benar kentara. Hal itu bisa dilihat di piala dunia. Hanya tim mapan lah yang bisa bersaing. Sebab, mereka memiliki pemain senior yang berkualitas sebagai efek kompetisi yang ketat di level klub.

Salah satu bukti nyata tim Afrika bisa bicara di Olimpiade ya pada 1996 dan 2000. Di Olimpiade 1996, Nigeria mampu menyabet emas setelah mengalahkan Argentina 3-2. Padahal, kala itu Argentina diperkuat beberapa nama yang kemudian jadi terkenal.

Di Olimpiade 1996, Argentina diperkuat Ariel Ortega, Hernan Crespo, Claudio Lopez, Diego Simeone, Javier Zanetti. Tapi Nigeria yang dikomandoi Nwankwo Kanu dan Jay jay Okocha bisa menyabet emas.

Empat tahun berselang, Kamerun mampu menyabet emas. Kamerun mengandalkan Patrick M'Boma dan Samuel Eto'o. Di  final mereka mengalahkan Spanyol melalui adu penalti.

Spanyol kala itu diperkuat Xavi, Carles Puyol, Joan Capdevila. Tiga nama itu 10 tahun setelahnya menjadi andalan ketika Spanyol juara  piala dunia.

Dari dua cerita kiprah tim Afrika itu menjelaskan bahwa di kelompok umur mereka bisa setara. Walaupun seiring berjalannya waktu, semua lebih paham mana pemain yang kemudian lebih berkelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun