Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kaya Dikerubungi Teman, Jatuh Miskin Dijauhi Teman

15 Agustus 2020   14:15 Diperbarui: 15 Agustus 2020   14:32 2248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pertemanan. Foto dragonimages dipublikasikan kompas.com

Satu ketika, mungkin 10 tahun lalu, seorang teman bercerita ke saya. Dia bilang, bahwa ketika dia memiliki uang lumayan karena dapat proyek, maka teman-teman seperti semut memburu gunung gula pasir.

Kata dia banyak sekali yang mengerumuninya. Dasar teman saya ini memang pemberi, maka makin bergerombollah temannya. Lalu, dia bercerita, ketika dia jatuh "miskin", semut-semut itu, eh maksudnya teman-temannya itu, pontang-panting lari sejauh-jauhnya.

Kata "miskin" saya kutip karena realitas miskin antara satu teman dan teman lainnya memang beda. Si teman itu bilang bahwa dia sudah paham jika pertemanan kadang memang begitu. Saat kaya dikerubuti, saat "miskin" dijauhi. Mungkin teman-teman yang menjauhi itu takut jika dimintai utang.

Saya tentu tak terlalu memikirkan apa yang dikatakan teman tadi. Ya biasa saja sebagai sebuah cerita. Tapi, 10 tahun kemudian, saya bertemu dengan teman yang lain. Teman ini cukup punya nama di daerahnya.

Dia juga cukup punya uang. Kemudian, ceritanya pun sama dengan teman yang pertama di atas. Kala punya uang si teman yang kedua ini cukup disegani. Dia juga bisa bersosialisasi dengan baik.

Namun, nasib orang memang tak tahu. Si teman kedua ini kena cobaan yang cukup berat. Satu ketika melalui pesan singkat dia menceritakan cobaannya. Uang helai demi helai pun harus dikeluarkan.

Sampai kemudian si teman ini kopi darat dengan saya. Dia bercerita, ketika sedang terpuruk itu, tak ada satu pun yang menyapa. Dia bilang, satu ketika datang di sebuah acara di komunitasnya. Dia bilang, tak ada satu pun yang ngajak ngobrol. "Selama acara aku didiamkan. Ya mungkin karena aku tak lagi punya uang," ceritanya sedih.

Kemudian hari ini saya membaca di sebuah berita yang mengambil sumber di twitter. Intinya hampir sama dengan dua cerita saya di atas. Saat jadi manajer, reunian menjadi acara rutin. Tapi ketika di-PHK dan jadi petani, dijauhi teman-teman.

Ya memang seperti itu dunia. Walau tentu ada varian lain. Misalnya ada teman yang walau kita miskin atau kaya tetap menjadi teman. Tapi ya saya menduga mulai jarang. Hanya dugaan saya saja ya.

Faktor uang atau kekayaan kini jadi penopang penting, bahkan ketika berteman. Berteman kadang tak lagi kebutuhan kemanusiaan, tapi kebutuhan prestise. Jika teman kaya, maka akan kena percikannya. Mungkin seperti itu.

Satu lagi, ketika sangat terpuruk yang bisa menguatkan adalah keluarga. Setidaknya itu yang teman teman saya rasakan. Keluarga yang sering ditinggalkan ketika sibuk, ketika terpuruk menjadi yang pertama memberi dukungan atau setidaknya tak makin memojokkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun