Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Dokter Tak Akui Orangtua, Harta Memang Begitu

28 Mei 2020   05:39 Diperbarui: 28 Mei 2020   05:42 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto hanya ilustrasi. Kompas.com/slamet priyatin

Sebuah kasus menarik perhatian saya. Seorang dokter berinisial A tidak mengakui orangtuanya. Padahal kedua orangtua sudah banyak berkorban pada anaknya yang dokter itu. Kasus pun berujung ke pengadilan.

Dikutip dari detik.com diketahui kasus itu bermula saat dokter A akan menikah dengan wanita pujaannya pada Januari 2017. Saat itu, dokter A meminta biaya pada orangtuanya. Sang ayah kemudian memberikan uang Rp 750 juta.

Namun, si dokter meminta tambahan karena biaya hampir 1 miliar rupiah. Si ayah kemudian memberi saran agar uang sisanya dibebankan pada mempelai perempuan. Namun, si dokter malah marah dan mau memukul sang ayah. Tapi dilerai si ibu.

Pernikahan memang terlaksana. Tapi dokter A tak mengundang kedua orangtuanya. Bahkan tidak lagi mengakui kedua orangtuanya. Imbasnya derita psikis dialami orangtua. Kedua orangtua pun memolisikan anaknya sendiri dengan jeratan kekerasan psikis seperti diatur di UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Dokter A dihukum 3 bulan penjara pada Maret lalu di pengadilan tingkat pertama. Pada 20 Mei 2020, pengadilan tinggi menguatkan putusan pengadilan pertama. Begitulah ringkasan kasus yang saya baca dari detik.com.

Tentu detail cerita dari dua belah pihak kemungkinan berbeda. Apalagi jika kedua belah pihak memang keukeuh dengan argumentasinya di persidangan. Namun,  setidaknya ringkasan kasus itu sesuai dengan putusan pengadilan yang sah.

Jika melihat kasusnya, sepertinya memang terkait dengan harta. Kekurangan harta harus ditutupi dengan paksaan. Imbasnya, konflik pun muncul antara anak dan orangtua. Memamg seperti itulah harta. Keberadaannya diburu dan setelah didapatkan si empunya merasa terus kurang.

Masalah ini jadi masalah yang tak mengenal kasta. Baik orang kaya atau orang miskin bisa dibuat gelap mata oleh harta, terutama uang. Yang miskin kalau gelap mata ya ingin mendapatkan uang dengan berbagai cara, termasuk cara-cara yang ilegal. Yang kaya pun kalau gelap mata ya ingin mendapatkan uang dengan berbagai cara, termasuk cara-cara yang ilegal.

Sepanjang pengamatan saya, harta menjadi patokan sebagian masyarakat untuk menghormati orang. Siapa yang punya harta berlimpah cenderung dihormati. Mungkin karena dengan harta bisa menyelesaikan banyak masalah. Apalagi ketika masalah itu bisa diselesaikan dengan uang.

Mau apa-apa beres, maka uang dimainkan. Mungkin karena peran uang dan harta itulah yang membuat orang kaya raya cenderung dihormati. Padahal, menghormati orang karena kekayaannya, setahu saya tidak dibolehkan oleh agama yang saya anut.

Tapi seperti itulah realitasnya. Cara pandang harta sentris yang berimbas pada penghormatan membuat orang mencoba menaikkan gengsi dengan mempertunjukkan kekayaannya. Salah satunya seperti si dokter tadi yang membuat pesta pernikahan yang tentunya sangat wah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun