Saya jadi berpikir semua memanfaatkan singkatan THR dan momen Lebaran untuk mengeruk uang. Asal mau Lebaran tinggal bilang, "THR bro, mana THR-nya". Wah enak sekali ya, tak kerja, tak ada hubungan kerja, minta THR.
Ini makin parah kalau misalnya banyak dari kita tak punya malu lagi. Nanti ketemu orang terkenal, langsung bilang, minta THR, padahal tak punya hubungan kerja. "Bung Rocky, THR dong," ketika ketemu Rocky Gerung.
"Mba Nana (Najwa Shihab), THR-nya mana?" Ketika jumpa Najwa Shihab. "Om Deddy (Corbuzier), THR kapan nih?" Ketika ketemu Deddy Corbuzier. "Pak Said Didu, THR-nya doong," ketika ketemu eks Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu.
Parah lagi, minta THR di kolom komentar berita. "THR bisa dikirim di nomor rekening...." begitu tulisnya. Kan parah kalau seperti itu. Sebuah istilah diperkosa habis-habisan untuk dimanfaatkan demi mendapatkan uang.
Kita sepertinya juga sering menemui kata yang sudah keluar dari maknanya. Kata yang makna aslinya bagus, diperluas untuk kepengingan manusia. Kata "amplop" yang maknanya adalah wadah surat, wadah uang, dan lainnya, kemudian dimaknai negatif sebagai duit atau suap. Kan kasihan amplopnya, yang akhirnya memiliki makna negatif.
Sama dengan "pelicin", yang maknanya adalah alat untuk melicinkan, kemudian dimaknai sebagai uang untuk kepentingan negatif sebagai penyogok. Masih ada lagi yang lain.
Sebagian kita tak hanya memanfaatkan benda untuk kepentingan pribadi. Kata pun juga dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan. Sepertinya, apapun zaman kini diusahakan untuk dimanfaatkan mengeruk keuntungan. Begitu kah? (*)