Putusan MK pada Februari 2008 itulah yang menjadi tonggak keuntungan bagi pemerintah untuk lebih mudah mengalokasikan anggaran 20% untuk pendidikan. Maka, di tahun-tahun setelah uji materi dua wanita itu, anggaran pendidikan selalu bisa minimal 20 persen.
Jadi ada beberapa fakta yang harus dikedepankan. Pertama kala itu pemerintah kesulitan mengalokasikan anggaran 20% untuk pendidikan karena dana yang kurang. Kedua, ada dua wanita yang 'membantu' agar pemerintah bisa mengalokasikan anggaran 20% untuk pendidikan. Ketiga, MK pun membuat putusan yang memudahkan pemerintah bisa mengalokasikan anggaran pendidikan 20%.
Penganggaran alokasi dana pendidikan 20% oleh pemerintah sampai saat ini, tak bisa dilepaskan dari cerita di MK tersebut. Bukan karena faktor pemerintah saja. Jangan kemudian fakta di MK itu dikaburkan sampai kemudian pemerintah mengklaim sebagai pemain tunggal yang bisa mengalokasikan dana pendidikan 20%.
Kontra Putusan MK
Saya ingin mengutip komentar yang kontra pada putusan MK pada uji materi yang diajukan dua wanita pengajar tersebut. Pengamat pendidikan yang juga mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta (dulu IKIP Jakarta), Prof Winarno Surachmad mengatakan, keputusan MK tersebut merupakan kemunduran besar yang dapat berujung kepada kehancuran. "Itu jawaban yang salah bagi anak bangsa," ujarnya seperti dikutip Kompas.com tahun 2008 itu.
Perbincangan yang hangat waktu itu adalah dengan dimasukkannya gaji pengajar ke alokasi anggaran 20% pendidikan akan mengurangi jatah alokasi lainnya yang dinilai lebih penting. Misalnya, harusnya anggaran untuk penelitian malah berkurang karena anggaran jadi digunakan untuk menggaji dosen dan guru. (*)