Wabah virus covid-19 yang menggegerkan dunia termasuk Indonesia diselingi oleh sebuah kasus narkoba yang begitu menarik perhatian.
Apalagi kalau selain tertangkapnya artis dan selebgram Lucinta Luna. Artis yang kerap disasar keaslian jenis kelaminnya ini menjadi buah bibir. Sebagian besar masyarakat Indonesia seakan puas dengan memberikan berbagai cacian terhadap LL -- inisial sang artis.
Pasti tak perlu ditekankan lagi, makian dan hinaan kepada LL disebabkan oleh perilaku sang artis yang seakan menjengkelkan. Selain tak mengakui dirinya bahwa pada mulanya adalah laki-laki, seringnya ia berkata kasar di berbagai media menjadi penyebabnya. Banyak netizen yang semakin mencercanya dengan berbagai kata kasar dan makian. Hampir tak ada orang yang mau menerima kehadiran Lucinta Luna dengan segala kontroversinya.
Barangkali, Ria Ricis adalah salah satu orang di negeri ini yang begitu peduli pada Lucinta Luna, Â selain kekasihnya yang juga kontroversial, Abahs. Ricis kerap mengundang Lucinta Luna berkolaborasi dan mendapatkan banyak tanggapan. Ada yang positif tentu banyak pula yang negatif.
Lucinta Luna seakan menjadi musuh bersama di negeri ini layaknya virus covid dan bahaya laten komunisme. Padahal, menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta Alghiffari Aqsa, derasnya perisakan terhadap Lucinta Luna menandakan masyarakat Indonesia hidup dalam situasi yang tidak sehat. Kita memang tidak siap dengan mereka yang "berbeda". Entah sampai kapan.
Perisakan yang terjadi pada Lucinta Luna memang sering disebabkan ulahnya yang menutupi identitas aslinya dan memang menjengkelkan. Saya sendiri pun jujur kadang gerah saat pemberitaan tentang dia termasuk saat penangkapannya. Kok enggak ada berita lain?
Namun, saya kemudian sadar bahwa Lucinta Luna juga manusia dan warga negara yang memiliki hak dan kewajibannya. Saat ia mengubah jenis kelaminnya sesuai hati nuraninya, bisa jadi ia telah mendapatkan haknya. Hak atas tubuhnya. Dan saat ia mengajukan untuk mengganti dokumen perihal jenis kelaminnya, itu pun bisa jadi sebagai kewajibannya agar secara legal diakui oleh negara.
Perjalanan Lucinta Luna mau tak mau pun akhirnya menjadi konsumsi publik. Ia dan Abash memang berusaha untuk mencari hal lain yang bisa dijual agar bisa tetap hidup. Ini yang bisa saya tangkap saat Feni Rose mewawancarai Abbas selepas kekasihnya ditangkap polisi. Sepengetahuan saya, Lucinta Luna menjual kopi dengan merk yang kontroversial.
Sementara Abash membuka warung makan di sekitar Cipete Raya yang sudah dinilai oleh banyak YouTuber memiliki kualitas rasa lumayan. Sayang, semenjak adanya kasus ini, warung tersebut tutup. Hampir bisa diprediksi, selepas Lucinta Luna bebas nanti, ia akan tetap menjadi individu yang tertolak di negeri ini.
Apa yang dialami oleh Lucinta Luna barangkali berbeda 180 derajat dengan Vice Ganda dan Angela Ponce. Vice Ganda merupakan salah satu MC ternama di Filipina. Hampir semua orang Filipina bahkan beberapa orang di luar negeri tersebut mengenalnya. Sudah banyak acara yang dipandunya dan kebanyakan melalui stasiun TV ABS-CBN.
Vice Ganda juga merupakan transeksual. Dengan gaya kemayunya, ia menarik minat masyarakat Fiipina untuk tetap menonton acara yang dipandunya. Vice Ganda bahkan sering memandu acara dengan tokoh penting, semisal Presiden Duterte. Dibandingkan Lucinta Luna, Vice Ganda tidak malu mengakui dirinya sebagai seorang transgender. Ia juga bahkan tidak segan menunjukkan suaranya yang masih seperti laki-laki saat memandu acara pun dengan bentuk tubuhnya yang kerap kesulitan saat menggunakan gaun wanita.
