Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Inilah Alasan Mengapa Bagian dalam Mal Terpasang Banyak Cermin

25 Januari 2018   08:32 Diperbarui: 25 Januari 2018   10:15 2579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada suatu hari, saya berkesempatan mengunjungi Delta Plaza Surabaya di suatu siang. Sesampainya di sana, saya menjelajahi ruang demi ruang di bekas Rumah Sakit Simpang (Centrale Burgerlijke Ziekenhuis) ini. Bangunan bekas rumah sakit yang ternyata pernah menjadi tempat berkumpulnya gerilyawan republik pada masa revolusi fisik (1945-1949) ini terasa memberi aura positif bagi saya. Aura itu membuat saya tiba-tiba ingin melakukan ritual makan siang. 

Alhasil, mampirlah saya ke kedai Soto Betawi di lantai dasar. Di sini, saya dibuat bingung karena ada sebuah cermin berukuran besar yang menipu mata saya. Saya kira, kedai itu memiliki luas yang cukup sehingga saya bisa memilih kursi yang cukup jauh dengan pengunjung lain. Tapi, begitu saya mendekati cermin besar itu, otak saya kembali sadar. Kedai itu tak sebesar yang saya duga sebelumnya.

Bayangan saya di depan cermin. Apakah anda melihat bayangan lain?. Dokpri
Bayangan saya di depan cermin. Apakah anda melihat bayangan lain?. Dokpri
Selepas makan, tibalah waktu bagi saya untuk menjelajahi isi mall ini. Tujuan pertama saya adalah lorong di selatan mall yang dekat dengan kedai Burger. Lorong ini berada di luar mall dan menjadi tempat terjebaknya saya ketika terjadi pemadaman listrik pada kujungan sebelumnya (baca di sini). Lagi-lagi saya menemukan ilusi optik berupa kebingungan letak food court yang juga ada di dekat lorong itu. 

Cermin-cermin di foodcourt itu membuat saya bingung di manakah pintu masuk menuju foodcourt yang katanya murah itu. Maksud hati, saya hanya ingin membeli segelas es teh untuk dibawa jalan-jalan. Tapi, karena saya masih kebingungan, niat itu saya urungkan. Saya kembali memasuki pintu barat mall ini.

Lorong kaca di Food court lantai dasar. Dokpri
Lorong kaca di Food court lantai dasar. Dokpri
Menjelajahi lantai demi lantai kembali saya menemukan cermin-cermin yang terpasang, baik pada dinding maupun di tiang-tiang.  Selain cermin yang merupakan cerimin datar, terdapat pula cermin yang merupakan cermin cembung. Akibatnya, pada beberapa bagian saya menemukan bayangan saya yang bersifat maya, tegak, dan sama besar dan di bagian lain bersifat maya, tegak, dan diperkecil. 

Ketika saya melwati beberapa tempat dengan kombinasi dari dua cermin itu, saya kembali pusing lagi. Apalagi, saya memakai kacamata berlensa cekung yang juga menghasilkan bayangan maya, tegak, dan diperkecil. Sesekali, mata saya dibuat panik dan sering menerka ke manakah langkah kaki saya harus berjalan untuk menuju tenant yang akan saya datangi. Cermin yang terpasang cukup banyak sehingga menghasilkan jumlah bayangan yang banyak pula seperti yang diajarkan di Kelas XI dulu.

Pertanyaannya, mengapa mall ini memasang banyak sekali cermin?

Jawabannya bisa beragam. Dari beberapa sumber yang saya baca, terutama dari literasi ilmu mengenai desain ruangan dan fengshui, adanya cermin yang banyak membuat pencahayaan ruangan menjadi bagus. Jika pencahayaan ruangan bagus, maka orang yang berada di dalamnya juga akan betah. Tak hanya itu, akibat refleksi yang dihasilkan oleh cermin-cermin itu, maka ruangan menjadi terasa lebih luas.

Tak hanya itu, ternyata ada juga efek psikologis yang ada akibat penggunaan permukaan reflektif di bangunan mall. Apa itu?

Pertama, ada sebuah teknik atau sugesti psikologi pada otak yang disebut dengan Pacing and Leading. Bagaimana cara kerja teknik ini? Coba perhatikan pada cermin yang dipasang di depan toko baju ini. Di situ saya berdiri di depan sebuah maneken yang mengenakan baju hitam yang cukup bagus. 

Saat saya melihat potret diri saya di depan cermin, maka di dalam otak saya timbul impuls untuk menjadi sama dengan model di maneken tadi. Timbul keinginan dalam diri saya untuk menenakan baju tersebut karena saya memiliki bayangan akan diri saya yang "kece" jika memakai baju seperti model itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun