Kegiatan les musik di jaman sekarang ini sudah banyak sekali ragam metodenya, meski ada juga yang metodenya tidak banyak berubah karena memang genre yang diambil adalah klasik. Les musik instrument seperti drum, keyboard, saxophone, gitar elektrik dll, biasanya lebih beragam genrenya, metode pengajarannya pun lebih flexible. Yang perlu diketahui adalah, bahwa keduanya memiliki kurikulum yang mirip meski penyajiannya berbeda. Jadi sebenarnya, keduanya telah memiliki acuan dalam melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar.
Umumnya kegiatan belajar mengajar musik terdiri dari 3 bagian besar, yaitu : Dasar, Intermediate dan Advance. Dasar misalnya tentang pengenalan dasar instrument musik, teori dasar musik (ketukan, tempo, notasi, kordinasi, fingering), memainkan lagu - lagu sederhana dengan mengimplementasikan apa yang telah diajarkan. Tingkat intermediate, misalnya mulai memainkan lagu dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan tahap dasar. Mulai pula diajarkan tehnik - tehnik dan aplikasnya dengan tetap masih membaca notasi / partitur. Tingkat Advance, misalnya mulai mengenal improvisasi, jamming, mengiringi lagu yang lebih sulit dibanding sebelumnya.
Tahapan - tahapan ini terkadang kurang dipahami oleh orangtua murid. Tahapan proses seorang murid berbeda - beda tergantung kondisi yang bersangkutan. Orangtua murid kerap mencampuri / mengintervensi (dalam artian negatif) proses belajar mengajar yang ada. Menurut pengalaman saya, orangtua yang demikan, biasanya justru tidak terlalu mengerti musik, tidak bisa memainkan instrument alat musik dengan baik dan benar, seringkali menyamaratakan anggapan bahwa semakin lambat tempo suatu lagu maka semakin mudah lagu tersebut. Semakin cepat tempo suatu lagu maka semakin susah lagu tersebut. Padahal tidak sepenuhnya benar demikian, tergantung teknik yang dimainkannya juga.
Namun uniknya, ketika putra putrinya diajarkan lagu bertempo cepat, misalnya lagu rock yang kebetulan mereka tidak familiar dengan lagu tersebut, mereka tampak kurang berkenan. Bila lagunya mereka kenal, baru tampak senang. Kadang dapat diartikan, mereka ingin putra putrinya belajar lagu yang orangtuanya tahu dan suka saja. Bukan fokus terhadap proses si anak, tapi sebenarnya lebih banyak fokus dengan dirinya sendiri. Tanpa ingin mengetahui kandungan materi atau teknik yang ada dalam lagu tersebut, apakah sejalan dengan yang sedang diajarkan atau sesuai kemampuan putra putrinya.
Berdasarkan pengalaman saya mengajar dan beberapa rekan senior yang juga mengajar, intervensi negatif orangtua murid seperti ini, biasa timbul karena beberapa hal, misalnya : terlalu cepat dan mudah membandingkan anaknya dengan anak lain (misalnya anak temannya, teman anaknya di sekolah, melihat penampilan di medos) tanpa menyadari bahwa kemampuan anaknya mungkin saja jauh di bawah anak lainnya. Daya serapnya, bakatnya, rajin berlatihnya, dukungan keluarganya mungkin saja lebih kuat dibandingkan kepada anaknya sendiri.
Penyebab lainnya, bisa saja orangtua murid membandingkan guru yang mengajar anaknya dengan guru lain, yang kata orang lain lebih bagus, lebih jago dll. Padahal, seorang guru yang mengerti dan paham betul tentang dunia pendidikan musik, tentunya akan menerapkan proses belajar mengajar menyesuaikan kondisi dan kemampuan si anak. Jadi (sekali lagi) kembali kepada anaknya sendiri.
Ingin membanggakan anak di sekolahnya untuk diposting di medsos, diceritakan dalam pertemuan orangtua murid, arisan, acara keluarga juga dapat menjadi penyebab orangtua murid mengintervensi (negatif) proses belajar mengajar bermusik.Â
Intervensi (negatif) ini bisa terjadi pada anak - anak yang belajar musik di sekolah musik maupun di rumahnya sendiri (untuk anak - anak yang mengambil les privat, guru datang ke rumah). Pernah seorang guru senior di salah satu sekolah musik terkenal, berlisensi dari Jepang, menceritakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Orangtua muridnya suatu saat datang mengantarkan anaknya les hingga selesai. Setelah selesai, orangtua murid tersebut mempertanyakan, mengapa anaknya sedikit pencapaian progressnya. Bukunya hanya disitu situ saja setelah sekian lama. Ia minta agar anaknya diajarkan salah satu lagu penyanyi terkenal, yaitu Katy Perry. Usut punya usut, ternyata orangtuanya ingin anaknya tampil di suatu acara di sekolahnya. Ia sama sekali tidak tahu dan tidak mau tahu bahwa lagu tersebut sangatlah susah bagi anaknya. Hanya karena orangtuanya tahu / suka dengan lagu tersebut, maka ia ingin anaknya tampil memainkan lagu tersebut. Padahal sebenarnya, materi sederhana yang masih diajarkan saja ia masih kesulitan.
Suatu saat ketika saya sedang mengajari seorang murid di rumahnya, ibu dari murid tersebut mengomentari dan menegur anaknya yang menurutnya, main drumnya tidak sama dengan lagunya. Mungkin maksud sang bunda baik, misalnya supaya anaknya lebih fokus, lebih teliti dll. Namun sebenarnya, sang ibu tidak banyak tahu tentang musik, teori musik, apalagi tentang drum. Ia juga tidak paham bahwa memainkan lagu tersebut masih sulit untuk anaknya, meski sang anak suka dengan lagu tersebut. Belum lagi harus menjaga tempo dll. Saya tentu lebih tahu tentang hal tersebut dan juga lebih tahu kemampuan sang anak. Sang anak pun tampak tidak nyaman dengan itu. Bahkan kehadiran ibundanya di ruangan tersebut, ikut menyaksikan les drumnya membuatnya tidak nyaman. Tapi tentu tidak etis kalau saya langsung melarang atau menegur sang ibu agar tidak mengintervensi proses belajar mengajar tentang musik, yang saya lebih tahu darinya.