Fenomena menarik dari dulu hingga sekarang di desa adalah, dimana rata-rata warga desa bila menghadapi permasalahan adalah "lumpat" ka desa. Mulai dari urusan yang memang berhubungan dengan keperluan pelayanan administrasi, kemasyarakatan, hukum, pertanahan dan bahkan urusan rumah tangga, rata-rata warga berkonsultasi ke pemerintah desa.
Pernah dalam satu hari saya mencatat setidaknya ada 7 orang warga dating ke kantor desa dengan urusan yang berbeda-beda. Diantara mereka mengadu, pertama urusan bantuan PKH yang tiba-tiba di rekeningnya kosong, padahal KPM lain menerima, lalu datang warga lain mempertanyakan mekanisme pengajuan Kartu Indonesia Pintar karena anak bungsunya hendak melanjutkan Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Belum beres menjelaskan itu, tiba-tiba masuk pesan di WhatsApp dari seorang warga (Ibu Muda) yang kemudian diketahui sebagai nasabah bank emok. Isi pesannya kurang lebih seperti ini:
"Pak punten, ari Bank Emok emang tos diizinan deui ku desa kanggo penagihan? Pan saur Pak Jokowi aya relaksasi sataun karena Covid?"
Pesan berikutnya :
"ieu di RT abdi tos aya deui nu nagihan ti bank emok Ar***_****. Kedah kumaha?"
Jadi si para nasabah memang menyambut baik istilah relaksasi yang dulu diucapkan Presiden dan berharap ada kelonggaran cicilan selama satu tahun. Itu sering terjadi, dimana saat meminjam pada Bank Emok, pihak desa sama sekali tidak tahu menahu, nah giliran penagihan beberapa warga sempat mengadu pada Desa. Ini lumrah dan kami mewajarkan hal tersebut.
Kasus lain di hari itu, tiba-tiba seorang berkewarganegaraan asing menyambangi desa, kalua istilah urang Sunda dia "Noroweco" berbicara dalam Bahasa asing (Ingris-Turki). Dengan susah payah karena keterbatasan kosa kata dan butuh konsentrasi untuk menangkap maksud si warga asing tersebut akhirnya diketahui bahwa beliau mengadu urusan ketidakpuasannya atas pelayanan sebuah toko penyedia gas melon. Dari bicaranya tersirat juga ancaman pelaporan kepada Polisi, Bupati dan Kedutaan besar Turki.
Anggap saja persoalan tersebut selesai, kami pihak desa berjanji akan mengkosultasikan hal tersebut kepada para pihak terkait.
Jam 10:00 wib hari itu ada agenda yang tak kalah penting, pemerintah desa akan melaksanakan rapat minggon bersama BPD, Para ketua RT/RW untuk membahas upaya pencegahan penyebaran Covid-19, selain itu dibahas pula perubahan-perubahan anggaran, dimana anggaran yang tadinya dialokasikan untuk pembangunan terpaksa dialihkan kepada bantuan langsung tunai (BLT) dana Desa, merujuk pada surat edaran kementerian desa yang terus dinamis berubah-ubah.
Saya lihat wajah bendahara desa sebagai pemegang aplikasi Siskeudes Kembali masam, karena harus membongkar APBDes yang telah diinput.