Gempa bumi dengan magnitudo 5,6 telah terjadi di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, pada Senin tanggal 21/11/2022 pukul 13.21 WIB.
"Gempa yang terjadi ini merupakan gempa tektonik yang pusat gempanya posisinya dan kedalaman serta kekuatanya berada pada patahan Cimandiri," Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.
Data sementara akibat Gempa M 5,6 di Cianjur menyebutkan, ada 2.345 unit rumah rusak.
Berdasarkan penelitian Teknik Geologi Universitas Padjadjaran pada 2017, sesar Cimandiri merupakan sesar tua yang terbentuk pada akhir Eosen Tengah (kurang lebih 40 juta tahun lalu).
Dalam jurnal Universitas Gadjah Mada pada 2018, sesar Cimandiri merupakan sesar aktif di Jawa Barat dengan arah orientasi timur laut barat daya.
Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa sesar ini telah menyebabkan beberapa gempa bumi seperti Gempa Pelabuhan Ratu (1900), Gempa Padalarang (1910), Gempa Conggeang (1948), Gempa Tanjungsari (1972), Gempa Cibadak (1973), Gempa Gandasoli (1982) dan Gempa Sukabumi (2001).
Dengan melihat dokumen hasil penelitian yang pernah dilakukan maka kejadian gempa di Cianjur yang terjadi pada siang hari sangat disayangkan harus menelan korban jiwa dengan jumlah yang cukup besar sebagaimana yang dilaporkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban meninggal dunia dalam peristiwa ini mencapai 162 orang.
"Tercatat di call center BPBD ada 162 yang meninggal dunia. Mayoritas yang meninggal dunia adalah anak-anak, kita sangat prihatin," Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Pendopo Bupati Cianjur, Senin malam pukul 21.30 WIB (Kompas, 21/11/2022).
Menyadari begitu pentingnya membangun kesadaran masyarakat atas pentingnya pengetahuan kebencanaan maka sesungguhnya negara telah hadir melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
"Saya prihatin atas banyaknya jumlah korban jiwa dan tidak bisa bayangkan jika itu kejadiannya malam hari saat orang terlelap dalam tidur"
Masyarakat Indonesia harus diedukasi secara terus menerus bahwa kita ini hidup dalam ancaman bencana geologi yang bisa terjadi kapanpun seperti bencana akibat erupsi gunung api, gempa tektonik karena pergeseran lempeng bumi, tanah longsor dan tsunami.
Cuaca dan bencana tidak dapat dianalisa secara pasti namun hanya bersifat prakiraan, prediksi dan probabilitas (kemungkinan). Jika erupsi gunung api dan banjir masih bisa ada peringatan siaga 4 hingga siaga 1, maka tidak demikian dengan gempa tektonik yang paling sulit diprediksi oleh ahli geologi.