Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konsep Pak Hatta, Ramalan Pak Siwabessy, dan Doa untuk Peserta BPJS Kesehatan yang Sehat

15 Juni 2016   22:34 Diperbarui: 16 Juni 2016   22:08 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tumpukan berkas BPJS Kesehatan di bagian pendaftaran sebuah rumah sakit di Lamongan. (Foto: koleksi pribadi)

Saya ingat, peristiwa itu terjadi di Desember tahun lalu. Sungguh di luar dugaan, BPJS Kesehatan yang baru saya bayar beberapa minggu sebelumnya untuk pertama kalinya, hari itu langsung terpakai. Di hari itu bayi saya mengalami extrapyramidal syndrome, demikian kalau tidak salah istilah yang saya dengar dari dokter yang memeriksanya. Ia tidak cocok dengan zat metachlopramide yang terkandung dalam obat antimuntah.

Efek dari obat itu seperti orang kejang. Badannya gemetar, kedua sisi giginya mengatup rapat. Namun yang membedakan dengan kejang, ia masih bisa berkomunikasi lewat kontak mata. Kejadian yang mendadak usai maghrib itu membuat saya dan keluarga tergopoh-gopoh membawa bayi saya ke IGD rumah sakit.

Alhamdulillah, bayi saya bisa segera pulih. Ia pun harus melewati masa rawat inap di rumah sakit selama dua malam. Total biaya pengobatan semuanya ditanggung BPJS Kesehatan.

Tak sampai di situ. Sudah beberapa bulan ini bayi saya juga harus mengikuti terapi tumbuh kembang di rumah sakit setiap minggunya. Biayanya? Lagi-lagi ditanggung BPJS Kesehatan.

Foto ini saya ambil saat anak saya sedang diterapi tumbuh kembangnya oleh terapis di sebuah rumah sakit di Lamongan.
Foto ini saya ambil saat anak saya sedang diterapi tumbuh kembangnya oleh terapis di sebuah rumah sakit di Lamongan.
Manfaat fasilitas asuransi kesehatan ini juga dirasakan ibu saya. Malah satu hari usai kartu BPJS Kesehatan milik ibu tercetak, keesokan harinya ibu langsung menggunakannya untuk berobat.

Padahal sebelumnya sejak banyak orang ramai berbondong-bondong mengurus BPJS Kesehatan, ibu saya menolak. Katanya ngalup, istilah Jawa yang ibu saya maksudkan dengan mengundang musibah.

“Wong kita ini sehat nggak penyakitan kok pakai ngurus itu segala,” demikian komentar ibu saya. Meski saya telah menjelaskan dengan segala cara, pendapat ibu tetap bergeming.

Tapi pikiran ibu lalu berubah sejak ia berhenti bekerja dari rumah sakit. Sebelumnya, segala urusan pengobatan ibu dan keluarga ditanggung pihak rumah sakit tempatnya dulu bekerja. Tapi sejak keluar, praktis itu tidak bisa lagi.

Ditambah, ternyata akhir-akhir ini ibu kerap sakit ini dan itu yang dikarenakan faktor usia. Jika dihitung-hitung sejak Desember hingga Juni ini, setidaknya ada 10 kali lebih ibu telah menggunakan kartu BPJS Kesehatannya.

Satu di antara hal yang membuat pendirian ibu berubah adalah saran dari dokter langganannya. “Kenapa Ibu tidak mengurus BPJS Kesehatan saja?” Kata-kata itu membuat pikiran ibu tak lagi menganggap BPJS Kesehatan sebagai hal yang ngalup. BPJS Kesehatan adalah kebutuhan.

Orang-orang Sehat yang Telah Menolong Keluarga Saya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun