Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Muncul Kebiasaan Segelintir Mualaf yang Sibuk Mengolok-olok Agama Lamanya?

11 Juli 2020   10:23 Diperbarui: 11 Juli 2020   10:26 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ignatius Yohanes demikianlah namanya. Pria berkacamata dengan serban yang dililit di kepala. Tampil di depan umat Islam dan mengaku seorang mualaf. Walaupun mualaf, tetapi gayanya sudah meyakinkan. Mirip seorang dai kondang atau seorang ustaz. Ini soal penampilan ya....! Soal ilmu saya tidak paham, saya tidak pernah mengorek hal itu lebih dalam.

Namun, konon, Ia tak hanya mengaku seorang mualaf.  Yohanes juga mengaku lulusan sebuah sekolah di Vatikan. Lebih istimewa lagi, ia mendaku anak seorang Kardinal. Maksud dari pengakuannya itu tak sulit diraba.  Tentu ia ingin menunjukkan bahwa dirinya  adalah orang istimewa di Kristen.  Bukan Kristen kaleng-kaleng. Dengan demikian dia sangat paham Kristen dan karena itu jika dia menjelek-jelekkan agama, yang konon pernah dianutnya itu, maka sangat otoritatif , faktual dan dahsyat.

Segerombolan umat Islam pun terpukau dibuatnya. Mereka seakan menemukan senjata untuk membongkar borok agama umat lain. Yohanes pun dipanggil ke mana-mana. Mendadak jadi dai kondang.  

Hingga akhirnya beberapa orang mengungkap kejanggalan dari pengakuan Yohanes ini. Dia Kristen tapi mengaku anak kardinal. Bukannya kardinal itu gelar rohani dalam Katolik. Bukankah pula para kardinal itu hidupnya selibat, jadi bagaimana caranya ujuk-ujuk punya anak?

Ignatius Yohanes tidak sendiri dalam hal ini. Sederet nama mualaf seiras seirama dengan Yohanes. Mereka pindah agama, mengaku di agama sebelumnya adalah orang terpandang, kemudian sibuk mencaci maki agama yang dianut sebelumnya. Nama-nama seperti Irene Handoko, Bangun Samudra dan Yahya Waloni adalah sebagian di antaranya.

Namun perilaku ini bukan hanya terjadi pada diri mualaf. Beberapa orang Islam yang pindah ke Kristen atau Katolik juga berlagak serupa. Saat pindah ke rumah baru, rumah lama dicaci maki. Ibarat habis manis sepahnya dibuang.   Seperti halnya sebagian umat dalam Islam, beberapa umat di Kristen atau Katolik pun menyambut semringah mereka yang pindah agama lalu mencaci agama sebelumnya. 

Umat beragama telah sering diperingati. Telah banyak ulasan, berjibun artikel dan berkali-kali petuah dari tokoh agama;  "Jangan mudah percaya dengan mulut orang-orang yang baru pindah agama, lalu memburuk-burukan agama sebelumnya." Mereka dianggap hanya cari nama,  dapat panggung, lalu meraih untung.

Namun seperti anjing menggonggong kafilah tetap berlalu, begitulah sebagian dari umat ini. Mereka tidak peduli dengan kejanggalan, peringatan dan kemungkinan terjadinya pecah belah umat.  Mereka tetap antusias mendengarkan.

Sampai di sini, saya teringat dengan secuplik kisah Minke dalam Bumi Manusia-nya Pram itu. Fragmen ketika Robert Suurhof mengajak Minke ke rumah Annelis untuk berkenalan. Robert Suurhof adalah seorang Indo Belanda dan Minke adalah pribumi. Suurhof mengajak Minke ke rumah Annelis tidak lain karena dia butuh objek yang bisa diperolok-olok. Dengan adanya Minke yang bisa dia jatuhkan, baik dari segi penampilan maupun keturunan, Suurhof merasa dirinya akan cemerlang di mata Annelis.

Jangan-jangan sebagian umat beragama dihinggapi penyakit Suurhof ini. Untuk meninggikan agamanya, maka mereka perlu agama lain yang bisa direndahkan. Agar agamanya terkesan cemerlang, adiluhung, kudus dan sederet istilah hebat lainnya, mereka butuh objek yang bisa diolok-olok.

Sikap semacam ini, khususnya di Islam yang saya kenal, justru tidak dibenarkan. Mengolok-olok agama lain atau sesembahan agama lain, justru bisa berakibat umat agama lain akan berbalik mengolok-olok agama kita.  Ibn Katsir menafsirkan surah Al-An'am  ayat 108 yang melarang mengolok-olok sesembahan agama lain dengan mengatakan: andai pun mengolok-olok agama lain mendatangkan manfaat, maka mudaratnya tetaplah lebih besar. Karena itu mengolok-olok (sesembahan) agama lain tidak dibenarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun