Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perayaan Asyura, Karnaval Muslim Suni di Nusantara

11 September 2019   08:53 Diperbarui: 11 September 2019   16:21 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Jawa orang menyebutnya dengan perayaan Suro atau Asuro. Dirayakan dengan semarak dengan menghadirkan tumpeng yang sering kali diarak di tengah kampung. Umat Islam lalu berebutan mengambilnya. 

Tentu yang utama dari situ mereka sedang berebut berkah, bukan sekadar berebut tumpeng. Di Sumatera Barat dan Bengkulu disebut Tabuik (Tabut). 

Disebut demikian, karena perayaan itu dilakukan dengan mengarak tabut (peti yang dibuat dari bambu atau burung-burung burak dari kayu). Sementara di Aceh digelar dengan nama peringatan Hasan-Husin. 

Adapun di Sulawesi selatan, lazim disebut dengan perayaan mappeca sure. Perayaan di Sulawesi selatan ini dilakukan di rumah-rumah ataupun masjid. Biasanya perayaan Asyura di Sulsel selalu dilengkapi dengan bubur tujuh rupa.

img-20190911-wa0017-5d78bd1c097f3652a3552f05.jpg
img-20190911-wa0017-5d78bd1c097f3652a3552f05.jpg
Seluruh karnaval keagamaan yang disebutkan di atas adalah bagian dari tradisi masyarakat Nusantara dalam memperingati hari Asyura. Setiap tahun, pada tanggal 10 Muharram (kadang ada pula yang sesudahnya), masyarakat muslim di seluruh penjuru Nusantara memperingati hari Asyura ini. 

Sejak dari dulu, peringatan Asyura telah digelar oleh Muslim Nusantara. Dilakukan oleh muslim Nusantara yang sebagian besarnya berpaham Suni dan bermazhab Syafii.  

Dalam Hikayat Muhammad Ali Hanafiyah, satu manuskrip Melayu, disebutkan, peringatan Asyura ini telah dimulai sejak awal Islam berkembang di Nusantara, yaitu sekitar abad 13-15 M.

Sering kali perayaan Asyura diwarnai dengan tradisi lokal di masing-masing tempat. Di masyarakat Segeri dan Pangkajene Kepulauan (Pangkep) pada umumnya, perayaan Asyura ini biasanya dirangkaikan dengan ritual masongka bala. 

Ritual yang terakhir adalah tradisi para Bissu dan masyarakat lokal di Segeri memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk dihindarkan dari malapetaka. Seturut penjelasan Bissu Saidi, masongka bala dirangkaikan dengan Asyura, karena pada 10 Muharram itu beberapa Nabi diselamatkan dari malapetaka. 

 Tetapi di saat yang sama pada titimangsa itu merupakan hari yang paling menyedihkan pula, di mana Husein cucu nabi dibantai di padang Karbala.  Masongka bala digelar, agar terhindar dari malapetaka dan justru mendapatkan keberkahan hari Asyura.

Penjelasan dari Saidi ini memang tidak salah, sebab Asyura (10 Muharram) ini    masyhur di kalangan umat Islam, karena beberapa peristiwa penting yang terjadi di titimangsa tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun