Day 11 (Kamis, 29 Mei 2025/2 Dzulhijjah 1446)
Hari ini saya hanya berdua dengan Budhe Mami ke Masjidil Haram. Bu Siti tidak sehat sejak tadi malam. Budhe Ami menemani Bu Siti di kamar. Saya dan Budhe Mami berburu tempat di mataf. Shaf depan sudah penuh semua. Kami mencari-cari lagi sampai di dekat tembok tangga. Alhamdulillah masih ada space yang tersisa, meskipun agak sempit. Tak apa yang penting masih bisa untuk sujud.
Seorang jemaah berkata-kata dengan kalimat yang saya tidak paham maksudnya. Entah bahasa apa yang dia ucapkan. Saya tanya apakah dia bisa berbahasa Inggris agar saya bisa menangkap apa yang dia katakan. Ternyata dia bisa menjawab. Muslimah dari Pakistan lagi. Dia mengulang kalimat yang tadi dia ucapkan. Kali ini dalam Bahasa Inggris, ternyata tadi dia mengomentari saya yang tidak mendapat tempat sujud. Oalah.
Kami tidak melanjutkan percakapan karena segera salat Subuh. Karena tidak tahan dinginnya karpet, kami pindah ke depan setelah salat jenazah usai. Dengan pindah ke depan, kami juga bisa lebih mendekat ke Ka'bah. Saya selalu takjub dengan pemandangan ratusan ribu orang yang tawaf dengan teratur meskipun sedikit berjubel dari Hajar Aswad hingga Maqam Ibrahim.
Dua tahun lalu ketika anak sulung saya umroh, dia melakukan panggilan video dari dekat Ka'bah usai tawaf. Dia menunjukkan Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim. Saya merasa ikut menyaksikan keduanya dari dekat. Â Tidak terkatakan bagaimana terharunya saya waktu itu. Rasanya ingin ikut menyusul saat itu juga dan melihat Ka'bah dari dekat. Maha Besar Allah yang akhirnya membawa saya betul-betul mengunjungi tempat mulia ini.
Hajar Aswad adalah sebuah batu hitam yang berasal dari surga yang diletakkan di sudut timur laut Ka'bah. Batu ini dulu berwarna putih dan menghitam karena dosa-dosa manusia. Rasulullah mencontohkan beliau mencium dan mengusap batu ini sebagaimana kata Umar ra.
"Sungguh, aku tahu, kamu hanya batu. Tidak bisa memberi manfaat atau bahaya apapun. Andai saja aku tidak pernah melihat Rasulullah saw menciummu, aku pun enggan menciummu."
Karena itu disunnahkan untuk mencium Hajar Aswad dengan niat ibadah dan memperhatikan keselamatan. Jangan sampai berdesak-desakan yang mengakibatkan kecelakaan bagi diri sendiri atau orang lain. Menciumnya pun secukupnya saja tidak perlu berlebihan. Saya sendiri karena datang ke Masjidil Haram pada musim haji tidak berpikir untuk melakukannya. Risikonya terlalu tinggi. Lagi pula saat ini sekitar Ka'bah sementara dikelilingi pagar putih agar jemaah tidak terlalu mendekat. Mungkin setelah puncak haji pagar baru disingkirkan.
Sudut Hajar Aswad ini merupakan titik start dan finish tawaf sehingga terjadi penumpukan jemaah di sini. Tanda lampu hijau di sebelah kanan membantu jemaah yang jauh dari sudutnya agar bisa lurus dengan sudut, tidak kurang tidak lebih. Di tempat ini jemaah berhenti sejenak untuk mengucapkan Bismillahi Allahu Akbar sambil melambaikan tangan.Â
Berjalan beberapa langkah dari Hajar Aswad terdapat Maqam Ibrahim. Maqam Ibrahim ini bukan makam (kuburan) Ibrahim melainkan batu bekas tapak kaki Ibrahim waktu meninggikan Ka'bah bersama Ismail. Batu ini memiliki keistimewaan, yaitu bisa naik dan turun seperti tangga sesuai kebutuhan Nabi Ibrahim. Ketika bangunan Ka'bah semakin tinggi, batu tempat berpijak pun ikut meninggi.
Setelah pembangunan selesai, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyeru manusia agar menunaikan ibadah haji. Panggilan itu diyakini diucapkan dari atas batu ini. Â Kisah ini diabadikan di surat Ali Imran: 96 -- 97 yang menjadi dasar wajibnya ibadah haji bagi yang mampu.