Mohon tunggu...
Iis Daniar
Iis Daniar Mohon Tunggu... Dosen - Iis Nia Daniar

Pengajar

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Guru Honorer "Tua", Putar Nasib atau Stagnan?

29 November 2017   11:15 Diperbarui: 29 November 2017   11:17 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh: Iis Nia Daniar

Dengan maraknya pemberitaan batas usia maksimal penerimaan calon penegeri sipil (CPNS), khususnya guru adalah 33 tahun seperti yang telah dimuat pada berita online Nasional dengan judul 3 Syarat Guru Honorer Daftar CPNS, Sungguh Berat secara tidak langsung memupuskan harapan bagi guru honorer yang sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun mengabdi --selanjutnya akan disebut sebagai guru honorer "tua". Tingginya tingkat persaingan pada dunia kerja guru mengharuskan guru untuk lebih meningkatkan sumber daya, apalagi guru honorer yang sudah berusia lebih dari 33 tahun. Jika guru honorer hanya mengantungi ijazah S-1 dan tanpa keahlian yang dimiliki, lingkup kerja dan jenjang kariernya hanya akan berjalan di tempat.

Dalam hal ini bukan nilai nominal yang menjadi tujuan utama dari pengambilan langkah untuk mengembangkan karier, melainkan lebih dari itu. Disadari atau tidak "pengotak-kotakan" guru berdasarkan statusnya --Guru PNS dan Guru Honor Daerah--- membuat interpretasi sendiri bagi sementara orang yang hanya melihat dari bentuk frasa tersebut, tanpa melihat kinerja yang notabene sama.

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa sebuah prestise itu amat penting dalam hubungan interaksi sosial. Manusia memiliki kebutuhan integritas selain kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan integritas itu yang memicu konflik batin pada hati guru honorer ketika dia hanya dianggap sebagai tenaga "pembantu", sedangkan tingkat pendidikan dan tingkat intelektualitasnya sama dengan PNS. Yang membedakan hanyalah seragam dan rejeki tentunya.  Namun, itulah jalan hidup, mau tidak mau, suka tidak suka harus menerima dan menjalani.

Akan tetapi, kebutuhan integritas inipun harus dipertimbangkan bagi guru honorer "tua" daripada memikirkan konflik batin lebih baik mengembangkan diri. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan jalur nonformal dan formal. Pengembangan diri melalui jalur nonformal misalnya mengikuti pelatihan-pelatihan yang disesuaikan dengan minat dan bakat. Jalur formal dapat diambil apabila seorang guru honorer ingin tetap berkarier di bidang akademis.

Guru honorer "tua" dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, seperti S-2 sampai dengan S-3.  Tidak perlu khawatir soal cost karena banyak sekali beasiswa yang ditawarkan perguruan tinggi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Bagaimana jika tidak lulus seleksi karena daya pikir yang semakin menurun seiring pertambahan usia? Jawabannya adalah cari program S-2 yang biayanya terjangkau.

Jadi, jelaslah bahwa yang diperlukan adalah motivasi diri sendiri, khususnya guru honorer "tua". Apakah mau sampai akhir "pertunjukkan" menjadi honorer saja atau ada tambahan karier lainnya? Perlu diingat lagi bahwa dalam hidup ini kita mesti reslistis, jangan pernah mengharapkan pemberian, tetapi perjuangkanlah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun