Mohon tunggu...
Iin Wahyuni
Iin Wahyuni Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga "11| Jogjakarta-Merauke| berdarah jawa tapi hidup di Papua|"..kulit hitam kariting rambut aku Papua.."| @iinnot

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku 'Culture Shock?'

27 November 2012   12:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:35 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13540206871329630730

ilustrasi

Hidup jauh dari keluarga, atau bahkan meninggalkankampung halaman tempat lahir, bahkan menghabiskan masa-masa remaja dan harus pergi ke suatu kota bahkan negara yang asing tentunya tidak pernah tepikirkan oleh siapa pun. Perbedaan bahasa, iklim, budaya tentunya menjadi masalah yang biasa ditemui oleh pendatang baru di sebuah kota atau negara. Memulai beradaptasi kembali tentunya menjadi kegiatan rutin. Beberapa pendatang biasanya sudah mengetahui masalah-masalah tersebut hingga sebelum mereka ke tempat baru mereka sudah mulai mempelajari bahasa, budaya hingga mereka tidak menemukan kesulitan ketika mereka harus hidup dan tinggal lama di suatu kota atau negara yang sangat berbeda dari tempat asal mereka. Tapi beberapa orang tanpa perlu mencari tahu atau bahkan mempelajari budaya di tempat lain dahulu, pindah ke suatu tempat baru dan dalam proses menjalankan kehidupan baru di daerah tersebut mereka mengalami beberapa kesulitan atau bahkan mereka akan mengalami kekagetan budaya atau yang biasanya di kenal dengan sebutan CULTURE SHOCK.

Definisi Adler (1975) yang lebih menekankan bahwa culture shock adalah suatu rangkaian reaksi emosional sebagai akibat dari hilangnya penguatan (reinforcement) yang selama ini diperoleh dari kulturnya yang lama, diganti dengan stimulus dari kultur baru yang terasa tak memiliki arti, dan karena adanya kesalahpahaman pada pengalaman yang baru dan berbeda. Perasaan ini mungkin meliputi rasa tak berdaya, mudah tersinggung, perasaan takut bahwa orang lain akan berbuat curang padanya karena ketidaktahuannya, perasaan terluka dan perasaan diabaikan oleh orang lain.

Masalah Culture Shock ini biasanya lebih sering terjadi pada mahasiswa-mahasiswi yang kuliah diluar kota atau bahkan di luar negeri. Kota atau negeri yang sangat berbeda dengan kampung halaman tentunya menjadi tantangan untuk bisa bertahan di tempat baru itu. Adanya perbedaan bahasa, iklim, budaya menjadi tantangan bagi pendatang baru tersebut. Seperti contohnya saya yang memang lahir dan besar di kota Merauke walaupun orangtua berdarah Jawa, untuk penyebutan beberapa kata terkadang membuat teman-teman yang asli Jogja sedikit bingung. Contohnya saja untuk penyebutan kotak kardus, gula-gula, ketoki. Di kota saya, kotak kardus itu di sebut dengan karton, sedang di Yogyakarta atau disekitarnya mereka menyebut kardus. Bahkan karton itu sebagai penyebutan untuk menamai selembar kertas yang cukup tebal. Selain penyebutan untuk kotak kardus tersebut, penggunaan kata “gula-gula” dapat membuat mereka bingung dan setelah dijelaskan bahwa “gula-gula” itu sama dengan permen akhirnya mereka paham walau kata itu sempat membuat mereka tertawa. “Ketoki” yang memiliki arti yang sama dengan “kejeduk”. Dari perbedaan sebutan itu menuntut saya agar dapat menyesuaikan dalam penggunaan bahasa, khususnya jika bertemu dengan penduduk asli jika tidak ingin terjadi salah pengertian. Perbedaan iklim pun menjadi salah satu masalah yang harus diperhatikan oleh pendatang karena terkadang bisa membuat para pendatang jatuh sakit, walau itu terjadi setelah sebulan atau lebih mereka tinggal ditempat tersebut. Rasa terpesona akan suatu tempat baru lalu setelah itu memiliki rasa ingin pulang kembali ke kampung halaman, beberapa kali merasa sedih bahkan merasa terasingkan walau saat itu berada ditengah-tengah orang banyak, hilangnya identitas dan ciri-ciri pribadi, munculnya rasa frustasi karena tidak dpat mengikuti pola hidup sehingga menyebabkan rasa malas bergaul, berpikiran negatif terhadap lingkungan baru, dan selalu membanding-bandingkan dengan kampung halaman sehingga tercipta pencitraan buruk terhadap budaya baru dan mulai menghakimi setiap orang yang ada dilingkungan baru sekitar anda, merupakan beberapa ciri culture shock.

Mencoba mempelajari segala tingkah laku atau budaya yang ada di tempat tersebut, bergaul dengan orang-orang yang bukan hanya berasal dari satu daerah , ataupun mencoba untuk selalu terbuka akan hal-hal baru yang ditemui bisa menjadi cara agar kita tidak mengalami culture shock. Bagaimanapun, menjadi warga Indonesia yang memiliki ratusan bahasa daerah, serta budaya yang beragam membuat kita setidaknya mencoba mengenal budaya lain tidak hanya budaya di kampung sendiri. Karena mempelajari budaya daerah lain tidak akan membuat rugi, tetapi membuat kita menjadi lebih kaya akan pengetahuan budaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun