Pendidikan membaca, menulis dan berhitung (calistung) kini sadang ramai diperbincangkan diluar sana baik orang tua, masyarakat maupun sekolah. Orang tua beranggapan jika anak saya diajarkan calistung sejak usia dini, dia akan lebih pintar jika dewasa nanti. Masyarakat beranggapan jika anak seusia dini diajari calistung dia akan mendapatkan status soial yang baik diamata masyarakat karena sejak kecil sudah pandai dalam hal calistung, adapun sekolah beranggapan jika menerapkan pembelajaran calistung maka sekolah tersebut akan dipandang sebagai sekolah favorit oleh masayarakat sekitar.
Mereka yakin anak yang diajarkan calistung sejak usia dini akan lebih pintar saat dewasa nanti, mereka hanya memanfaatkan seorang anak untuk kepuasan pribadi mereka, apa mereka pernah memikirkan perasaan anak tersebut. Apakah anak senang/bahagia karena sejak kecil dia sudah dipaksa untuk belajar calistung.
Ditambah dengan tuntutan zaman, kini semakin banyak sekolah dasar yang mensyaratkan calon siswanya harus punya kemampuan calistung dan hal itu dibebankan pada masa kanak-kanak, hal itu sebenarnya dilarang. Karena para orang tua khawatir jika anaknya tidak bisa masuk SD favorit, para orangtua berlomba-lomba mengajari anaknya calistung dengan cara memilih TK/Playgroup yang menerapkan pembelajaran calistung ada juga yamg memasukkan anaknya pada kursus calistung guna persiapan saat masuk sekolah dasar nanti.
Namun faktanya anak baru benar-benar siap belajar calistung saat usia diatas 5 tahun, karena perkembangan anak usia 0-5 tahun seharusnya terfokus pada aspek motorik yaitu metode pembelajaran yang lebih terfokus pada perkembangan soft skill dengan cara bermain.
Lagi pula usia dini adalah masanya untuk bermain dan bersenang-senang dengan teman sebayanya. Tak jarang jika anak mengalami stress dini karena dipaksa untuk melakukan hal yang bahkan ia tidak suka. Hal tersebut akan berdampak buruk pada perkembangan kognitifnya.
Sebagai contoh “dulu saat saya masih duduk ditaman kanak-kanak, ketika itu saya tidak bisa menulis angka 8, akhirnya ibu memaksa saya untuk terus belajar menulis angka 8 alhasil setiap hari tak henti-hentinya saya belajar menulis angka 8 hingga akhirnya saya mulai bosen dan jenuh dengan angka, dampaknya adalah ketika beranjak dewasa saya lemah dengan angka, saya tidak bisa menghitung dengan cepat”.
Orang tua juga beranggapan bahwa bermain dengan waktu yang lama merupakan hal yang tidak baik, padahal saat usia dini seharusnyaa anak bermain yang terarah agar menjadi pribadi yang kreatif juga untuk menunjang kesempurnaan dalam kemampuan belajar dikemudian hari.
Anak-anak seharusnya diberikan waktu untuk berkembang secara alami dan diberikan waktu yang banyak untuk bermain yang terarah agar dapat mengenali dunianya sendiri. Yang terpenting adalah anak diberikan stimulasi yang baik agar anak dapat menghadapi permasalahan pada saat sekolah nanti dan jangan memaksakan keinginan anak jika anak tidak menginginkannya.