Mohon tunggu...
Ihsan Natakusumah
Ihsan Natakusumah Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Laku urip
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berbuat Baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Soal Pelafalan Al Fatihah, Banyak yang Tak Paham tentang Perbedaan Dialek

10 Oktober 2018   07:55 Diperbarui: 11 Oktober 2018   08:16 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kejadian memalukan dipraktikkan oleh para pembenci Presiden Joko Widodo baru-baru ini. Karena tak mampu lagi mengoreksi kebijakan pemerintah dengan baik, mereka kini mulai menyerang sisi pribadi Presiden Jokowi. Dari sisi agama hingga aksen atau dialeknya.

Belakangan, mereka berani menghina Presidennya sendiri hanya karena soal aksen atau dialeknya dalam mengucapkan sebuah kata atau pengucapan. Hal itu terjadi ketika Presiden Jokowi membuka Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional XXVII tahun 2018 di Arena Utama, Kota Medan, Minggu (7/10) malam.

Ketika itu, Presiden Jokowi mengajak tamu yang hadir untuk bersama-sama membacakan doa untuk korban bencana alam di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Presiden mengajak semua hadirin untuk membacakan surah Al Fatihah untuk saudara sebangsa kita.

Nah, dalam pengucapannya itu, Presiden Jokowi menyebutkan Al Fatihah terdengar seperti Al Fatekah. Hal ini kemudian diributkan oleh para pembenci Jokowi, dimana sebagian besar adalah pendukung oposisi atau kubu Prabowo-Sandiaga.

Padahal, perbedaan pelafalan merupakan hal yang wajar dalam tradisi Islam. Presiden Jokowi harus diakui memang terpengaruh dengan logat Jawa sehingga menyebut Al Fatihah menjadi (seperti terdengar) Al Fatekah. Harusnya itu tak perlu diributkan oleh publik, apalagi jadi bahan gunjingan.

Kita ini harusnya paham bahwa setiap daerah itu memiliki dialek yang berbeda-beda dalam mengucapkan kalimat. Perbedaan aksen itu terkadang mempengaruhi pelafalan surah-surah dalam Alquran. Hal ini juga terjadi pada Jokowi yang terbiasa dengan dialek Jawa.

Dalam sejarah Islam, Al Quran saja diturunkan dengan 7 dialek atau lahjah. Dengan perbedaan dialek itu, Nabi Muhammad SAW sangat mahfum, karena itu memang soal tradisi dalam pengucapan.

Hal itu tak dilarang, artinya Islam sendiri mentolerir adanya perbedaan cara baca atau pelafalan tersebut. Asalkan, yang dimaksudkan itu tak berbeda maksud dengan kalimat yang sebenarnya.

Dalam konteks Indonesia, mereka yang mempersoalkan perbedaan akses seperti itu, dapat dikatakan belum paham tentang anatomi multikulturalnya Indonesia, dimana betapa luasnya aksentuasi bahasa di Indonesia ini

Entah apa yang ada di pikiran para pembenci Presiden Joko Widodo ini. Semakin ke sini semakin tak rasional dan bermutu saja kritikannya.

Sebagai pemimpin publik, Presiden Jokowi harusnya dikritik atas kebijakan politiknya, bukan hal-hal yang berhubungan pribadi seperti itu. Hal itu menjadi bukti tak bermutunya kualitas oposisi di Indonesia, terutama mengacu pada kelompok oposisi saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun