Setelah KH. Ma'ruf Amin terpilih menjadi cawapres Jokowi berbagai isu dan fitnah menghampiri pasangan calon ini. Hampir seluruh narasi informasi sesat itu dimainkan oleh para pendukung kubu sebelah.
Salah satu wacana yang digembar-gemborkan oleh lawan politik itu adalah anjuran untuk tidak memilih Jokowi agar menyelamatkan KH. Ma'ruf Amin dari fitnah dunia. Menurut mereka, tidak memilih Jokowi sama dengan menyelamatkan ulama.
Tentu saja kita bisa pastikan bahwa isu tersebut sangat sesat dan menyesatkan. Anjuran tidak memilih Jokowi karena ingin menyelamatkan Ulama justru tidak tepat.
Karena keputusan memilih ulama bagi Jokowi adalah kristalisasi dari aspirasi para ulama dan partai-partai koalisi demi Indonesia yang lebih maju.
Melihat narasi isu yang dimainkan itu sepertinya oposisi telah buta mata dan hati terhadap segala tindakan Jokowi. Pokoknya apa yang dilakukan oleh Jokowi adalah sesat.
Ketika Jokowi tidak menggandeng ulama, kata mereka disebut anti-Islam. Namun saat Jokowi menggandeng ulama, dikatakan menunggangi ulama dan memainkan politik identitas.
Padahal, selama ini merekalah yang selalu memainkan politik identitas dengan menyerang sentimen agama dan SARA.
Di satu sisi, justru kini tindakan Prabowo yang jelas-jelas tidak mematuhi Ijtima' Ulama. Malah memilih Sandiaga Uno yang kabarnya membayar 500 miliar rupiah untuk tiap partai.
Logika menyayangi ulama dengan tidak memilihnya justru sesat pikir dan kontradiktif. Bila kita sayang ulama, kita harusnya memilihnya menjadi pemimpin publik.
Karena selama ini ulama memiliki peran yang besar dalam masyarakat. Mereka yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan semua kalangan.
Kiai adalah orang yang bisa berkomunikasi dengan seluruh golongan. Karena sejatinya seorang ulama adalah milik umat dan tidak dibatasi oleh sekat-sekat identitas warganya.