Banyak informasi simpang siur setelah KH. Ma'ruf Amin menjadi cawapres Jokowi. Sebagian membuat analisa tidak tepat soal alasan mengapa kiai sepuh itu mau menjadi calon wakil presiden.
Sebagian pengamat menyebut bahwa posisi KH. Kiai Ma'ruf akan memberikan banyak manfaat politik dan logistik bagi sel-sel politik NU. Di sisi lain, NU dinilai tidak netral lagi.
Padahal kalau dipahami, pertimbangan KH. Ma'ruf Amin maju menjadi cawapres lebih luas dari itu. Pemilihan Ma'ruf Amin sebagai Cawapres tidak hanya untuk kepentingan politik jangka pendek saja. Juga tidak sekadar dilakukan untuk memberikan logistik kepada NU terkait dengan politik.
Hal itu melainkan didasarkan pada analisa kebutuhan dan kesesuaian kualifikasi yang diharapkan oleh pihak Presiden Joko Widodo ada di dalam sosok Cawapres yang akan mendampinginya dalam menjalankan program pemerintahan pada periode kedua.
Pencalonan KH. Ma'ruf Amin juga tidak hendak menarik NU ke politik praktis. Karena KH Ma'ruf Amin akan mengikuti prosedur dan ketentuan yang ditetapkan NU, dimana dirinya akan mengundurkan diri dari posisi Rois Aam PBNU.
Sejauh ini KH. Ma'ruf Amin juga tidak akan menyalahgunakan posisinya di PBNU untuk kepentingan politik. Karena pencalonannya sebagai Cawapres bukan untuk kepentingan dan ambisi pribadinya, melainkan sebagai upaya untuk memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap seluruh umat Islam, bangsa dan negara Indonesia.
Kita sebaiknya berpikiran positif untuk upaya Ketua MUI itu dalam kontribusi untuk memperbaiki bangsa dan negara. Tak perlu kita tuduh macam-macam pencalonan KH. Ma'ruf Amin ini.
Pasalnya, tak pantas kita menghujat atau merendahkannya karena perbedaan cara pandang politik. Sebaliknya, akan lebih baik bila kita turut mendukung pengabdian dari KH. Ma'ruf Amin ini demi kebaikan umat, bangsa, dan negara.