Isu mengenai adanya pemberian sejumlah uang kepada PKS dan PAN oleh Sandiaga Uno agar terpilih menjadi Cawapres Prabowo Subianto sepertinya menemui titik terang. Sandiaga Uno tidak membantah adanya uang tersebut, namun berdalih bukan uang mahar, melainkan dana kampanye.
Sebelumnya, melalui cuitan Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief di Twitter, diketahui bahwa dipilihnya Sandiaga Uno sebagai cawapres diikuti dengan pemberian uang masing-masing Rp. 500 miliar untuk PKS dan PAN. Uang itu adalah mahar agar kedua partai setuju dengan opsi Prabowo-Sandiaga.
Saat dikonformasi media, Sandiaga membenarkan ada pemberian uang kepada PAN dan PKS. Uang itu disebut sebagai dana kampanye dari kantong pribadinya. Namun, bila itu dana kampanye, mengapa Partai Gerindra dan Partai Demokrat tidak dilibatkan dalam pemberian dana kampanye itu?
Jelas bahwa itu hanya dalih belaka. Uang sebanyak 500 miliar rupiah itu pasti mahar untuk membungkam PKS dan PAN agar menyetujui Sandiaga menjadi cawapres Prabowo. Dengan begitu, Sandiaga dalam hal ini telah membohongi masyarakat.
Sebagaimana disinggung di atas, penyebar informasi dugaan uang mahar itu adalah Wasekjen PD Andi Arief. Pasca Andi menyebarkan informasi itu, dia turut dipanggil ke rumah SBY. Kemungkinan besar itu berkaitan dengan sindirannya soal koalisi Prabowo-Sandiaga yang dibangun dengan uang mahar itu.
Menurut UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, dilarang adanya segala bentuk pemberian imbalan terkait pencalonan presiden atau wakil presiden. Jika terbukti, parpol bersangkutan tidak boleh mengusung capres-cawapres di periode berikutnya. Hal itu sesuai dengan bunyi pasal 228 ayat 1 dan ayat 2.
Kita sebaiknya mulai peduli dengan permasalahan politik mahar ini. Karena akan berdampak pada kehidupan politik ke depannya. Kita perlu dukung aparat penyelenggara Pemilu bertindak dan KPK menyelidikinya.
Masyarakat sebaiknya jangan mau mendukung dan memilih pasangan yang dekat dengan politik transaksional. Karena ke depannya pemimpin tersebut pasti cenderung berpolitik untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Bukan untuk kepentingan rakyat secara luas.