Mohon tunggu...
M IhsanHabibi
M IhsanHabibi Mohon Tunggu... Freelancer - Movie enthusiast. Dikit-dikit ngomongin budaya dan bisa nyanyi.

pemerhati budaya amatir.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Upaya Analisis Historis Budaya Masyarakat Lomba 17 Agustusan sebagai Budaya Nasional

27 Januari 2020   09:12 Diperbarui: 27 Januari 2020   09:20 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjat Pinang di Makassar sekitar 1917-1930. Koleksi Tropenmuseum, Belanda.

Historisitas merupakan elemen penting untuk melihat terutama melacak latar suatu fenomena maupun produk kebudayaan yang ada pada masa kini sebagaimana produk kebudayaan merupakan suatu bentuk materil yang terdapat di tengah masyarakat baik dalam skala yang bentuknya kecil seperti keluarga maupun berskala besar seperti etnis, agama maupun negara.

Sebagai negara, Republik Indonesia memiliki sejumlah simbol dan ritual untuk melegitimasi ideologi resminya Pancasila yang dapat dikatakan sebagai bentuk upaya autentifikasi dari ideologi nasionalisme. 

Sejumlah produksi simbol dan ritual seperti bendera kebangsaan, lagu wajib kebangsaan, seragam bagi para aparatur negara maupun upacara bendera yang wajib digelar di sejumlah instansi aparatur negara itu sendiri yang digelar secara rutin baik yang besifat mingguan maupun tahunan untuk memperingati hari raya kemerdekaan Republik Indonesia. Umumnya upacara bendera ini bersifat sakral dan begitu formal terutama upacara tahunan yang digelar untuk memperingati hari raya pada tanggal 17 Agustus. 

Selain itu pula terdapat ritual rutin yang bersifat informal seperti lomba 17 Agustusan yang digelar secara serentak di seluruh antero penjuru negeri. Sejumlah perlombaan yang bersifat klasik seperti panjat pinang, balap karung, makan kerupuk dan bakiak merupakan beberapa perlombaan yang umum digelar disamping panggung apresiasi, parade busana dan lain sebagainya. 

Menurut sejarawan dan budayawan JJ Rizal, perlombaan 17 Agustus mulai digelar pada tahun 1950 dan lomba-lomba tersebut merupakan kegiatan simbolik merayakan hari kemerdekaan dengan menertawakan masa pendudukan kolonialisme yang tragis, misalnya lomba makan kerupuk menggambarkan bagaimana sulitnya makan pada masa kolonial (Indriani, 2014). Hingga saat ini dapat diyakini bahwa lomba 17 Agustusan merupakan produk kebudayaan popular yang masih ada dan dilestarikan secara kolektif tanpa adanya intervensi secara langsung dari negara.

Semangat dalam menjunjung tinggi ideologi nasionalisme tampak begitu kental dalam ritual rutin yang terdapat pada perlombaan 17 Agustusan. Untuk menganalisa konteks historisitas dalam produk budaya popular tersebut sekiranya konsep Imagined Communities atau komunitas berbayang karya Benedict Anderson dapat menganalisa dan melacak ideologi serta distribusi dari ideologi nasionalisme yang terkandung dalam perlombaan 17 Agustusan ini dapat digunakan. 

Bagi Anderson nasionalisme perlu dibangun melalui citra-citra yang dihadirkan untuk meyakinkan masyarakat mengenai diskursus yang terdapat dalam ideologi nasionalisme dari suatu negara, dan konsep kapitalisme cetak merupakan salah satu peran kunci untuk menyebarkan citra tersebut, masyarakat yang menangkap dari citra-citra yang dihasilkan oleh negara inilah yang dianggap sebagai komunitas berbayang bagi Anderson. 

Secara teoritik, Anderson membagi tiga cara dalam menganalisa dan menjabarkan nasionalisme, Pertama, melihat oposisi yang dihadirkan oleh para sejarawan terkait identitas negara tersebut kemudian disandingkan dengan subjektifitas kasar para nasionalis di negara tersebut. Kedua, universalitas kebangsaan kemudiang disandingkan dengan distingsi negara tersebut dengan yang liyan. Ketiga, upaya politis dari ideologi nasionalisme yang disandingkan dengan betapa cacat dan miskinnya filosofi dari ideologi tersebut yang mana membutuhkan asupan-asupan dari ideologi lain (Anderson, 2001, p. 7).

Untuk melihat relasi antara suatu produk kebudayaan dengan ideologi nasionalisme, terdapat contoh keterkaitan antara suatu produk kebudayaan dengan identitas nasional, seperti permainan keras sepak bola Inggris yang dicitrakan begitu maskulin, dan upaya menjaga citra Inggris sendiri untuk dominan di kompetisi internasional sebagai negara asal sepak bola. 

Brazil sebagai negara yang juga identik dengan sepak bola berusaha menanamkan identitasnya sendiri dalam  permainan sepak bolanya. Sentuhan tarian samba dimasukkan dalam permainan sepak bola Brazil dan menjadikannya sebuah identitas sepak bola yang berbeda pula dengan Inggris tentunya, hal yang sama juga terjadi dengan sejumlah negara lain seperti Argentina, Prancis dan Jerman yang memiliki sentiment politik internasional dengan Inggris (Edensor, 2002, p. 71).  

Contoh lain adalah produksi film Braveheart sebagai upaya redefinisi kebudayaan di Skotlandia dan penanaman identitas dan nasionalisme yang terkait di dalamnya kemudian ia kaitkan dengan kebiasaan, kebudayaan serta salah satu sumber perekonomian yang meliputi sektor pariwisata masyarakat Skotlandia. Edensor melacak nasionalisme dari masing-masing negara dengan perspektif historisitas lalu kemudian mencoba mengkontekstualisasikannya dengan kondisi materil yang terjadi pada ruang dan waktu yang ada pada masa sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun