Mohon tunggu...
I Gusti Putu Ayu Jumantari
I Gusti Putu Ayu Jumantari Mohon Tunggu... Lainnya - Prodi Akuntansi FEB UNMAS Denpasar

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Money

Panic Buying, Salah Satu Dampak Corona terhadap Perekonomian Indonesia

31 Maret 2020   08:45 Diperbarui: 31 Maret 2020   08:44 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Informasi mengenai Corona kini telah menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Bahkan di Indonesia telah ada yang terjangkit virus ini. Hal ini jelas mengakibatkan kekhawatiran di seluruh negeri. Salah satu dampak yang dapat kita lihat adalah panic buying, yaitu kegiatan membeli kebutuhan berupa barang secara berlebihan. 

Sesuatu yang berlebihan selalu tidak baik, kita semua mengerti hal tersebut. Tetapi ketika manusia mendapatkan informasi yang bersifat mengancam seperti Corona, maka hal itu dapat dikatakan wajar. Meskipun demikian akan lebih baik jika kita dapat mengatasi rasa panik yang berlebihan. 

Faktanya, bukan hanya Corona yang menular tetapi perilaku ini juga memiliki efek yang sama, hanya saja penularannya melalui penglihatan serta informasi yang menyebabkan mereka melakukan hal tersebut. 

Saat satu orang melakukan panic buying, kemungkinan besar orang yang melihatnya secara tidak sadar akan melakukan hal yang sama. Ditambah dengan informasi virus Corona yang terkadang berlebihan sama sekali tidak membantu.

            Panic buying mengakibatkan rak -- rak di supermarket hanya berisi beberapa barang bahkan untuk makanan instan dan kebutuhan pokok sampai kosong. Hal ini tentu membuat kelangkaan barang terutama makanan instan dan kebutuhan pokok. Padahal masih banyak yang lebih membutuhkan barang -- barang tersebut. Contohnya, masker yang sangat susah untuk didapatkan begitu juga kebutuhan pokok seperti beras dan makanan instan yang telah habis terjual sehingga lansia, anak rantau, orang sakit, banyak yang tidak sempat untuk membelinya.

            Social distancing juga menjadi salah satu pemicu panic buying. Sosial media menjadi salah satu media penyebar informasi terutama dengan hashtag #stayathome menjadi pemicu selanjutnya. Masyarakat disarankan agar tetap berada di rumah masing -- masing dan hanya keluar jika memang benar -- benar diperlukan. Tentu saja panic buying yang awalnya parah semakin menjadi. Kini makanan instan, makanan beku serta makanan pokok menjadi incarannya. Beberapa minggu setelah informasi mengenai acara 'diam di rumah', semua makanan tersebut habis terjual. Terkadang kasihan juga saat melihat berita mengenai orang yang tidak sempat membeli kebutuhan pokok apalagi jika mereka adalah lansia atau memang tidak berkecukupan, bukankah begitu?

            Mungkin banyak orang yang berpikir panic buying adalah masalah sepele karena sepertinya saat Virus Corona mereda perilaku ini akan hilang dan kembali seperti semula. Sayangnya, masalah sepele ini tidak akan diketahui sampai kapan dan bahkan perilaku ini mempunyai kesempatan untuk melemahkan perkembangan perekonomian Indonesia. Mengapa hal sepele dapat berpengaruh sangat besar? Semuanya bergantung kepada oknum -- oknum yang melakukan panic buying. 

Akibat kepanikan masyarakat dalam berbelanja bahkan rela merogoh saku untuk mendapatkan barang yang dicari, banyak oknum yang memanfaatkan hal tersebut. Tidak sedikit kita mendengar berita mengenai penimbunan suatu barang untuk menaikkan harga barang yang mereka kumpulkan. 

Semakin susah suatu barang untuk didapat terlebih pada kondisi seperti ini, harga barang akan semakin naik. Kenaikan harga suatu barang dapat dikatakan wajar jika naik tidak terlampau tinggi dari harga sebelumnya. Berbeda dengan barang timbunan yang dibeli dengan harga normal kemudian dijual kembali saat barang telah menjadi langka dengan harga yang terlampau tinggi dari harga sebelumnya. 

Salah satunya masker yang dulu bisa didapat dengan harga 2000-an kini melonjak tinggi bahkan mencapai harga 10 ribu untuk 1 masker. Berbeda jauh bukan? Jika hal ini terjadi secara terus menerus dapat mendorong terjadinya inflasi.

            Inflasi merupakan kenaikan harga barang yang dialami seluruh negara dan terus menerus serta berkelanjutan. Inflasi tidak terjadi hanya karena 1 atau 2 barang kecuali barang -- barang tersebut mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Indonesia dapat dikatakan mendorong diri lebih dekat ke arah inflasi dengan panic buying sebagai salah satu faktor terbesarnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun