Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Budaya Literasi di Kalangan Widyaiswara

20 Februari 2017   14:02 Diperbarui: 20 Februari 2017   14:15 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Widyaswara sedang memberikan pelatihan kepada peserta diklat. (Foto : fajaralayyubi.files.wordpress.com/)

Pasal 1 ayat (2) Permeneg PAN dan RB Nomor 22 tahun 2014 menyebutkan bahwa “Widyaiswara adalah PNS yang jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selanjutnya disingkat Dikjartih PNS, dan melakukan evaluasi dan pengembangan Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disingkat Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah.

Ayat (3) menyebutkan bahwa Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk Dikjartih PNS, dan melakukan Evaluasi dan Pengembangan Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah.

Untuk menduduki jabatan fungsional Widyaiswara, seorang PNS harus menempuh jalan panjang, mulai dari seleksi administratif, seleksi akademik, sampai harus lulus diklat Calon Widyaiswara. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan sosok Widyaiswara yang profesional, mengingat beratnya tugas yang diemban olehnya.

 Pengalaman Saya sebagai seorang Widyaiswara, kadang Widyaiswara diposisikan sebagai orang yang serba tahu, bahkan ditanya untuk hal di luar wewenang dan tanggung jawabnya, misalnya ditanya tentang urusan NUPTK, sertifikasi, Tunjangan Fungsional Guru (TPG), alur pengajuan proposal block grant,kenaikan pangkat guru, dan sebagainya, mengingat lembaga tempat Saya bekerja pernah dan sedang mengurusi masalah tersebut. Karena itu di luar wewenang Saya, maka Saya salurkan kepada pihak yang berwenang.

Sebagai seorang tenaga profesional, tentunya widyaiswara dituntut untuk meningkatkan kompetensinya, baik dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti diklat berjenjang, seminar, workshop,dan berbagai kegiatan lainnya. Sebagai bentuk pengembangan profesi, widyaiswara juga diwajibkan untuk menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI). Widyaiswara pun diwajibkan untuk mengumpulkan angka kredit sebagai syarat untuk kenaikan pangkat.

Untuk menjadi seorang widyaiswara yang profesional, salah satu prasyarat pentingnya adalah harus menjadi sosok literat, artinya, harus melek terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi utamanya yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya, perkembangan informasi, dan memiliki semangat pembelajar, mau membaca apa saja dalam rangka menambah wawasannya.

Ada pihak yang mengatakan Widyaiswara sebagai “Guru Bangsa” karena berwenang memberikan dikjartih kepada PNS sebagai ujung tombak pelayanan di lingkungan pemerintah. Secara moril dan akademik, tugas widyaiswara adalah untuk membangun pola pikir (mind set),meningkat pengetahuan dan keterampilan para PNS. Bahkan menyiapkan para CPNS menjadi PNS melalui Diklat Prajabatan. Oleh karena tugas seorang widyaiswara tentunya berat sekaligus mulia.

Budaya Literasi

Menurut Haryanti (2014) dalam Apandi (2016:28), literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca, sedangkan budaya literasi adalah kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca dan menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya.

Dalam konteks yang lebih luas, UNESCO (2013) menyatakan bahwa “Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya.”

Literasi akan menjadi budaya ketika aktivitas membaca dan menulis sudah menjadi kebutuhan, kebiasaan, bahkan gaya hidup. Membudayakan atau membiasakan membaca dan menulis itu perlu proses jika memang dalam suatu kelompok masyarakat atau kelompok profesi kebiasaan tersebut belum ada atau belum terbentuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun