Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Guru yang "Radikal", Mengapa Tidak?

5 Desember 2018   10:59 Diperbarui: 5 Desember 2018   12:08 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Isu radikalisme menjadi isu yang banyak dibahas baik dalam diskusi, seminar, maupun talk show di media massa. Radikalisme disinyalir telah masuk ke dunia pendidikan baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Dan hasil sebuah survei menyebutkan bahwa masjid pun telah terpapar radikalisme.  Walau tentunya hal tersebut mengundang pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.

Jika mendengar kata "radikal" atau "radikalisme", maka kata ini identik dengan pola pikir yang sangat keras, fundamental, fanatik, intoleran, dan sejumlah label negatif lainnya. Bahkan kata tersebut digiring identik dengan kelompok agama atau masyarakat tertentu yang dituding suka melakukan tindakan kekerasan.

Dibalik kurang baiknya cara pandang sebagian masyarakat terhadap kata "radikal", dalam konteks pendidikan, saya justru mengajak kepada para guru untuk menjadi seorang guru yang "radikal." Tapi tunggu dulu, maksud radikal disini bukan berarti saya mengajak guru memiliki sifat-sifat negatif seperti yang saya sebut di atas, tetapi maksud "RADIKAL" di sini adalah singkatan dari "Religius, Amanah, Disiplin, Inovatif, Kompeten, Antusias, dan Low profile."

Religius, maksudnya seorang guru harus mencerminkan seorang yang religius baik pada aktivitas ritualnya maupun dalam aktivitas sosialnya. Kesalehan ritual tercermin dari ketaatannya beribadah kepada Allah (hablumminallaah), dan kesalehen sosial tercermin dari akhlak dan kepeduliannya terhadap sesama manusia (hablumminannaas).

Kesalehan ritual dan sosial harus berjalan seimbang, karena dua-duanya juga merupakan hal yang penting. Orang yang rajin salat atau pergi ke majelis taklim harus mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, menjaga sikap, perkataan, dan perbuatannya untuk menjaga perasaan orang lain, bahkan harus mampu menjaga lingkungan alam.

Amanah, maksudnya adalah seorang guru harus amanah terhadap tanggung jawab yang diembannya. Para peserta didik adalah amanah dari orang tua kepada para guru. Mereka tentunya harus diberikan layanan pendidikan dengan sebaik-baiknya, jangan disia-siakan. Oleh karena itu, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pendidik yang baik dan profesional.

Seorang guru pun selain diamanahi mendidik para peserta didik, juga ada yang amanahi menjadi kepala sekolah, wali kelas, guru pembimbing ekstrakurikuler, dan bendahara BOS. Semuanya harus dilakukan secara amanah. Sifat amanah tidak dapat dipisahkan dengan sifat jujur dan integritas. Hal yang kadang mudah diucapkan tapi sulit untuk dilakukan karena dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan. Oleh karena itu, membutuhkan komiten yang kuat dalam melaksanakannya.

Disiplin, maksudnya adalah seorang guru harus disiplin dan mampu menjadi contoh teladan bagi para peserta didiknya. Seorang guru yang disiplin setidaknya terlihat dari kebiasaan tepat waktu ketika datang ke sekolah dan ketika mengajar ke kelas, disiplin saat mengerjakan tugas administrasi pembelajaran, dan sebagainya. Guru yang disiplin disamping akan disegani oleh para peserta didiknya juga akan dihormati oleh pimpinan dan rekan sejawat.

Di sekolah-sekolah suka ada spanduk atau papan pengumuman yang mengingatkan budaya disiplin atau budaya malu dengan harapan semua warga sekolah dapat memahami dan melaksanakannya. Ada sekolah yang menerapkan aturan kehadiran yang ketat untuk menjamin agar para peserta didik mendapatkan layanan pendidikan dari para guru. Walau demikian, tentunya diperlukan contoh kedisiplinan utamanya dari kepala sekolah.

Inovatif, maksudnya seorang guru profesional harus inovatif. Tantangan yang dihadapi guru semakin kompleks. Guru dituntut untuk merancang pembelajaran yang menarik, menantang, dan menyenangkan. Guru yang inovatif tentunya adalah guru yang kreatif, menyukai tantangan, tidak mudah puas dengan pembelajaran yang telah dilakukannya. Guru yang inovatif juga selain dia seorang pembelajar juga merupakan seorang pemelajar. Dia akan terus menambah wawasan dan ilmu pengetahuan melalui berbagai forum ilmiah yang nantinya akan dia terapkan dalam proses pembelajaran.

Kompeten, maksudnya adalah seorang guru harus memiliki kompetensi. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa seorang guru harus memiliki 4 (empat) kompetensi, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi kepribadian, dan (4) kompetensi sosial. Guru pun dituntut untuk meningkatkan profesionalismenya baik dalam bentuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti berbagai forum ilmiah, atau belajar secara mandiri dari berbagai sumber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun