Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Aktif Berbasis Keterampilan Abad 21

28 Juni 2018   13:59 Diperbarui: 28 Juni 2018   14:03 2917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Implementasi kurikulum 2013 disertai dengan adanya perubahan paradigma pembelajaran, yaitu (1) pembelajaran yang berpusat kepada guru berubah menjadi berpusat kepada siswa, (2) guru sebagai satu-satu sumber belajar berubah menjadi siswa belajar dengan menggunakan multi sumber, (3) siswa diberi tahu berubah menjadi mencari tahu, (4) pembelajaran yang menerapkan Low Order Thinking  Skills (LOTS) berubah menjadi Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam rangka memberikan keterampilan abad 21 kepada siswa atau 4 C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creative and Innovation) melalui penerapan   pendekatan saintifik yang meliputi 5 M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/ mengasosiasikan, dan mengomunikasikan).

Implementasi kurikulum 2013 sangat menekankan belajar aktif karena selama ini memang tidak dapat dipungkiri, pembelajaran di kelas banyak yang kurang aktif. Peran guru sangat dominan, siswa pasif. Hanya duduk, diam, dengar, dan catat. Siswa dianggap seperti gelas kosong, tidak tahu apa-apa, dan harus siap menerima ilmu-ilmu yang diberikan oleh guru, karena guru hanya berperan sebagai penyampai ilmu pengetahuan, bukan sebagai fasilitator pembelajaran.

Guru sebagai satu-satunya sumber belajar dan seolah yang paling tahu, padahal siswa pun kondisinya beragam, dan mungkin saja memiliki pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan materi yang dibahas, yang sebenarnya bisa dioptimalkan sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa yang lain. Dampak dari pembelajaran yang fasif, maka daya kritis siswa kurang terbentuk.

Untuk mewujudkan hal tersebut, sangat bergantung kepada kemampuan dan kreativitas guru dalam merancang dan menerapkan pembelaran yang mendorong siswa untuk aktif. Pada rencana pembelajaran, guru perlu mengurangi metode ceramah dan menerapkan model pembelajaran kooperatif untuk menanamkan dan mengeksplorasi kemampuan belajar siswa bekerja dalam kelompok. Walau demikian, guru pun perlu melatih siswa untuk belajar secara mandiri untuk membangun kreatifitasnya.

UNESCO menekankan tentang 4 (empat) pilar belajar, yaitu (1) belajar untuk tahu (learning to know), (2) belajar untuk melakukan (learning to do), (3) belajar untuk menjadi (learning to be ), dan (4) belajar untuk hidup bersama (learning to live together). Keempat pilar pendidikan tersebut hanya bisa dibangun melalui pembelajaran yang aktif. Bahkan beberapa penelitian telah merekomendasikan pentingnya Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM).

Dimensi dari pembelajaran adalah memberikan pengetahuan (kognitif), membentuk sikap (afektif), dan membekali siswa dengan keterampilan (psikomotor). Pada hakikatnya belajar adalah proses perubahan perilaku melalui pendidikan dan latihan. Belajar adalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, pemahaman menjadi kearifan, dan kearifan menjadi keaktifan. (Dave Meier 2002, dalam Yamin, 2007:75).

Dalam pembelajaran aktif, ada ucapan Konfusius yang begitu terkenal, yaitu "Saya dengar, saya lupa. Saya lihat, saya ingat. Saya kerjakan, saya pahami." 

Hal ini dapat diperluas menjadi "Saya  dengar, saya lupa. Saya lihat, saya ingat sedikit. Saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya pahami. Saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatka pengetahuan dan keterampilan. Hal yang saya ajarkan kepada orang lain, maka saya kuasai."

Perolehan hasil belajar manusia melalui indra antara lain, mendengar hanya 20%, melihat 30%, melihat dan mendengar sebanyak 50%, menceritakan sebanyak 70%, dan melakukan sebanyak 90%. 

Pada umumnya guru dapat berbicara 100 s.d. 200 kata per menit. Tapi berapa kata yang dapat ditangkap oleh siswanya? Jika siswa benar-benar konsentrasi, mereka dapat mendengarkan dengan penuh terhadap 50 s.d. 100 kata per menit, atau hanya 50% dari kata-kata yang diucapkan oleh guru. (Silberman, 2017 : 24).

Ketika belajar, siswa pun memiliki tipe gaya belajar. Ada tipe visual (lebih senang belajar dengan melihat), auditory (lebih senang belajar dengan mendengarkan), dan kinestetik (lebih senang belajar melalui gerakan-gerakan tubuh). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun