Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Puasa Ramadan dan Semangat Kebangkitan Nasional

20 Mei 2018   21:20 Diperbarui: 20 Mei 2018   21:37 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bulan Ramadan tahun 2018 bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. 

Peringatan Harkitnas merupakan momentum untuk mengingat kembali semangat bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Tanggal 20 Mei 1908 di Yogyakarta, Dr. Soetomo dan mahasiswa organisasi STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji mendirikan Boedi Oetomo. Lahirya Boedi Oetomo ini digagas oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini hanya bergerak dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan, dan tidak bersifat politik.

Lahirnya Boedi Oetomo merupakan tonggak awal untuk mempelopori pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia, utamanya dari kalangan terpelajar di tanah Jawa merebut kemerdekaan dari tangan penjajah setelah perjuangan yang bersifat kedaerahan terbukti gagal. 

Dalam perkembangannya, setelah lahirnya Boedi Oetomo, lahir juga organisasi-organiai yang lain, seperti Sarekat Dagang Dagang Islam (SDI) yang lalu berubah menjadi Sarekat Islam (SI) dan Indische Partij (IP) yang lebih menonjolkan peran politik.

Ada satu hal yang sama antara hakikat puasa Ramadan dan semangat kebangkitan nasional, yaitu adanya semangat untuk berjuang. Puasa adalah perjuangan untuk mengendalikan hawa nafsu, sedangkan Boedi Oetomo adalah tonggal awal pergerakan untuk mengusir penjajah dan meraih kemerdekaan. 

Kadang hati dan jiwa manusia terjajah oleh hawa nafsu yang menyesatkan, dan momentum puasa di bulan Ramadan adalah untuk memerdekaan diri dari penjajahan hawa nafsu tersebut. Sedangkan saat itu, Indonesia berjuang untuk keluar dari penjajahan Belanda.

Puasa Ramadan menjadi momentum untuk bangkit. Bangkit dari rasa malas untuk beribadah. Pada bulan-bulan biasa sulit untuk istikamah untuk beribadah, maka di bulan Ramadan, belajar untuk istikamah. Yang awalnya malas untuk salat berjamaah ke masjid, dengan adanya bulan Ramadan, menjadi lebih rajin untuk salat berjamaah.  

Bangkit dari malas untuk memperbaiki diri. Kadang merasa diri sudah benar, sulit untuk introspeksi diri, melalui momen puasa, perlu lebih banyak melakukan muhasabah dan berkontemplasi, meminta ampunan kepada Alalh Swt. dari semua kesalahan yang sudah dilakukan. Dan pada bulan Ramadan, pintu ampunan-Nya terbuka lebar.

Bangkit dari malas untuk keluar dari kebiasaan-kebiasaan buruk, yang kadang kebiasaan-kebiasaan tersebut sudah "mendarah daging" dalam diri seorang manusia. Memang tidak mudah, tetapi dengan segala upaya dipenuhi niat yang sungguh-sungguh untuk berubah, insyaallah akan hal tersebut akan terwujud.

Bangkit dari malas untuk lebih peduli kepada orang lain. Salah satu tujuan dari ibadah puasa adalah membangun kesalehan sosial. Oleh karena itu, orang yang berpuasa merasakan tidak enaknya lapar dan dahaga. Dia lapar dan dahaga bukan karena tidak memiliki makanan dan minuman, tetapi ha tersebut  dapat membatalkan puasa. 

Dan pada saat buka puasa, makanan dan minuman sudah terhidang dan siap disantap. Sedangkan ada saudara-saudara kita yang setiap hari merasakan lapar dan dahaga karena hidup penuh dengan kekurangan dan keterbatasan, bahkan harus memulung makanan sisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun