Sahabat readers, baru-baru ini kita dihebohkan oleh isu buruh Banten yang sangat mencuat di muka publik. Di mana aksi buruh soal tuntutan  kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) itu berujung pada pemidanaan buruh oleh Gubernur Banten. Sehingga hal ini membuat penulis tergelitik untuk ikut memberikan komentar soal isu tersebut.
Baiklah sahabat readers, kita awali saja diskusi santai kita pada segmen ini. Jangan lupa sembari seruput kopinya dan tetap disiplin prokesnya ya!
Tepat pada Hari Rabu, 22 Desember 2021, Para serikat buruh Benten melakukan aksi untuk menyampaikan aspirasinya soal kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2022.
Mulanya, aksi 22 Desember 2021 terjadi gegara geramnya para buruh terhadap jumawanya Gubernur Wahidin yang telah menyarankan pengusaha untuk mencari pegawai baru. Saran tersebut diungkapkannya saat setelah aksi buruh pertama dilakukan pada Semptember 2021 lalu.
"Saya bilang ke pengusaha, ya kalian cari tenaga kerja baru, masih banyak yang nganggur, yang butuh kerja, yang cukup gaji Rp2,5 juta, Rp4 juta juga masih banyak," oceh Wahidin usai menghadiri acara penyerahan DIPA ke pemerintah kota/kabupaten, di Pendopo Lama Gubernur Banten/Gedung Negara Pemerintah Provinsi Banten, Serang, Senin 6 Desember.
Pongah sekali, bukan?
"Nampaknya Wahidin seperti lebih membela para pengusaha lantaran penulis sempat baca-baca soal background Wahidin yang berstatus sebagai pengusaha selain dirinya menjabat sebagai seorang Gubernur".
Ocehan senonoh Wahidin yang dilontarkan kala itu, mungkin menurut sahabat readers dianggap sebagai jawaban untuk buruh karena buruh telah mengancam akan mogok kerja jika tidak dinaikannya Upah Minimum Provinsi (UMP).
"Biar aja dia mogok, dia mengekspresikan ketidakpuasan. Tenaga vaksin dari pagi sampai malam Rp 2,5 juta gaji nya," terang Wahidin saat mendengar buruh akan mogok kerja jika UMP tidak dinaikan.