Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemenuhan Hak Pendidikan Dapat Menghentikan Perkawinan Anak

2 Mei 2019   11:21 Diperbarui: 2 Mei 2019   14:57 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam rangka memperingati hari Pendidikan Nasional 2019, Institut Kapal Perempuan mengeluarkan sikap tahunan. Sebagai bagian dari masyarakat sipil dan gerakan perempuan, Institut Kapal Perempuan menyerukan kepada semua pihak untuk mencegah perkawinan anak sebagai tindakan strategis dalam mengatasi hambatan dalam pemenuhan hak atas pendidikan. 

Komitmen Presiden Republik Indonesia yang secara khusus disampaikan pada tanggal 20 April 2018 membutuhkan langkah konkrit terutama melalui revisi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 atau dengan menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang untuk menaikkan usia perkawinan perempuan dari 16 tahun menjadi 18 atau sama dengan laki-laki yaitu 21 tahun. 

Ini sejalan dengan keputusan atas gugatan No.22/PUU-XV/2017, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa usia perkawinan anak perempuan yang dibedakan dengan anak laki-laki bertentangan dengan HAM dan memerintahkan pembentuk UU untuk segera melakukan perubahan terhadap UU Perkawinan dalam jangka waktu 3 tahun.

Sejalan dengan arah pembangunan khususnya pencapaian pendidikan, sudah saatnya Indonesia keluar dari masalah perkawinan anak yang saat ini menduduki peringkat ketujuh tertinggi di dunia. Data Badan Pusat Statistik Indonesia juga mencatat sebesar 25,71% anak-anak dikawinkan di usia sebelum 18 tahun dan sebagian besar adalah anak perempuan. 

Dalam Indeks Gender SDGs EM2030 tahun 2018, Diperkirakan 14 persen anak perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun, dengan lebih dari 50.000 anak perempuan di bawah umur 15 menikah setiap tahunnya. 

Analisis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) Kedeputian Tumbuh Kembang Anak menunjukkan adanya korelasi antara angka putus sekolah dan perkawinan anak. 

Di wilayah-wilayah yang tingkat perkawinan anak tinggi, terjadi angka putus sekolah juga tinggi ini tampak dalam data perkawinan di bawah usia 18 tahun mengakibatkan 10 % tidak lulus SD, 40% hanya tamat SD, 41 % hanya tamat SMP dan SMA.  

Penelitian Institut KAPAL Perempuan bersama KPP-PA menunjukkan bahwa perkawinan anak menyebabkan kemiskinan sebagai rangkaian dari masalah putus sekolah sehingga tidak dapat mengakses pekerjaan yang layak. Perkawinan anak banyak terjadi pada perempuan, dilakukan secara turun temurun dengan alasan yang sama. 

Anak perempuan dianggap tidak perlu sekolah karena perempuan pada akhirnya menjadi ibu rumah tangga dan bukan pencari nafkah utama. Hingga saat ini, anggapan ini masih diterapkan oleh para orang tua bahkan diperkuat oleh kalangan yang selama ini ditokohkan namun justru menggunakan norma-norma konservatif.

Menyikapi situasi diatas terutama dalam rangka mewujudkan pendidikan yang adil untuk semua, pencapaian SDGs dan mewujudkan generasi emas 2045, Institut Kapal Perempun mendesak kepada:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun