Di era yang serba canggih dan teknologi yang sudah berkembang pesat semua nya pasti mudah untuk di akses seperti dari tata cara memasak, info tentang kecantikan, hingga gejala tentang penyakit fisik dan jiwa (mental illness) informasi itu langsung bisa diakses dengan mengetik kata kunci di Google, dan apa yang anda cari akan langsung muncul. Tapi dengan kemudahan itu semua tak jarang juga akan menimbulkan dampak negatif.Â
Apa yang terlintas dipikiran anda jika mendengar kata self diagnose? Mungkin saja kita pernah melakukan hal tersebut, apa itu self diagnose? "Self diagnose adalah proses mendiagnosa penyakit  diri sendiri baik penyakit fisik maupun mental, menurut pengalaman yang ada di media seperti internet dan buku" dalam budaya masyarakat untuk mengkategorikan kondisi. Padahal yang terjadi dengan yang ada pada internet belum tentu benar dan sesuai dengan apa yang sebenarnya di alami, selain itu self diagnose juga menyebabkan beberapa dampak negatif seperti contohnya adalah menimbulkan kepanikan yang tidak perlu, atau bahkan memberikan trust issues kepada ahli psikologi karena memilih lebih percaya dengan apa yang sudah di baca terlebih dahulu. Naluri atau apa yang di percaya manusia akan menyebabkan pikiran kemungkinan terburuk yang akan terjadi akan menimpanya. Tetapi jika kita mengunjungi psikolog semua itu tidak akan terjadi
Tetapi semuanya juga tergantung oleh bagaimana seorang individu menyikapi hal-hal yang terjadi juga bagaimana cara menggunakan dan mengolah setiap informasi tersebut. Gejala mental illness tidak bisa disumpulkan secara sederhana tanpa adanya penaganan tenaga professional atau bisa kita sebut psikologi. Informasi yang ada di internet bukan berati tidak boleh kita baca dan salah semua tapi hanya dapat dibaca untuk tujuan memperluas pemgetahuan. TEtapi untuk penaganan yang lebih lanjut kita harus menemui psikolog.
Berikut adalah dampak negatif lebih lanjut :
Membuat gejala yang sebenarnya terabaikan
Jika kita melakukan self diagnose, apa yang kita temui belum tentu benar dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di alami, seperti contohnya "mungkin saja kita mengalami anxiety disorder, tetapi apa yang sebenarnya kita alami adalah  Depresi mayor" atau juga bisa kebalikanya atau bisa jadi juga terjadi keduanya. Jika kita terus menerus melakukan self diagnose kita tidak akan bisa membedakan sebenarnya penyakit atau gangguan apa yang sedang di alami dan di hadapi. Jika kita menyangka-nyangka hal apa yang sedang terjadi tentu itu akan menjadi masalah dan bisa menghambat penaganan tepat dari tenaga professional.
Enggan Berkonsultasi Atau Tidak Mau Berkonsultasi Dengan Ahli
Terlalu sering melakukan self diagnose akan memunculkan rasa kurang percaya atau biasa kita sebut sebagai trust issues kepada para ahli yaitu psikolog atau psikiater. Penyebabnya adalah jika terlalu mempercayai internet dan menerima informasi tanpa mengolah lagi fakta sebenarnya, bukan langsung mendengarnya dari psikiater, padahal apa yang kita terima dari konsultasi dengan ahli lebih membantu untuk menemukan apa yang harus dilakukan selanjutnya , juga menghitung tingkat keparahan, dan konfirmasi mengenai gejala yang sedang di alami.
source:
Petter, O. (2017, Oktober 10). WORLD MENTAL HEALTH DAY: IS IT POSSIBLE TO SELF-DIAGNOSE DEPRESSION? Â Oktober 12, 2019, : https://www.independent.co.uk/life-style/world-mental-health-day-2017-depression-self-diagnose-is-it-possible-advice-a7992786.html
Ade Nasihudin Al Ansori (2021, September 05) 5 Dampak Negatif Self-diagnose pada Kesehatan Mental https://www.liputan6.com/health/read/4649639/5-dampak-negatif-self-diagnose-pada-kesehatan-mental
NAMA: YASMINE AZAHRA
NIM: 202110230311013
