Mohon tunggu...
Icha Nors
Icha Nors Mohon Tunggu... Guru - ibu rumah tangga, pendidik

Berhenti melihat jam/waktu dan mulai melihat dengan mata\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Antara Guru, Orang Tua Kandung dan Angkat

12 Maret 2012   09:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:10 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tak menginginkan kesuksesan di dunia maupun akhirat bagi anak-anaknya(baik sebagai orang tua kandung maupun angkat). Sebenarnya tak ada perbedaan kewajiban masalah kependidikan dan pengasuhan bagi seorang pendidik maupun orang tua. Guru adalah pendidik di lingkungan sekolah, masyarakat baik sewaktu dalam kelas maupun di luar kelas sedang orang tua adalah pendidik dan pengasuh ketika berada di rumah atau pada waktu-waktu /jam di luar jam sekolah. Oleh karena itu guru/ pendidik adalah mitra orang tua.

Sebagai mitra, guru dan orang tua harus ada kesepahaman pengasuhan dalam mendidik ke arah mana anak-anak akan berkembang. Tak pelak lagi misi dan visi harus selaras antara orang tua dan pendidik (yang dimaksud di sini tidak ada perbedaan antara guru, orang tua kandung dan orang tua angkat). Kalau masing-masing memposisikan diri pada tempat yang sama kemungkinan besar kepengasuhan akan berhasil.

Dengan berpedoman pada persepsi di atas, maka guru dan orang tua mempunyai tanggung jawab secara moral terhadap anak di bawah kepengasuhannya. Jika terjadi sesuatu pada mereka berarti berimplikasi terhadap keberhasilan atau kegagalan bersama. Artinya ketika anak melakukan perbuatan negative, aib dan perbuatan nonnormatif lainnya maka bukan orang tua kandung saja yang menanggung rasa malu dan (mungkin) dosa. Begitu juga sebaliknya, bila anak mendapat prestasi atas perbuatan yang dilakukannya maka keduanya (orang tua dan guru) juga berhak ikut bangga atas prestasi tersebut.

Prinsip Kepatuhan

Sebagian orang yang berfaham agak liar mengatakan bahwa penanaman nilai-nilai moral keagamaan dan keyakinan pada anak-anak adalah pekerjaan sia-sia, karena pada saatnya nanti anak akan menemukan dan menentukan sendiri keyakinan dan aturan moral sesuai insting / nuraninya. Menanamkan prinsip kepatuhan tidak lebih dari tindakan pendoktrian, menakut-nakutidengan sengaja untuk menggiring domba-domba (anak-anak,red)ke arah yang diinginkan dan mematikan kemampuan berpikirnya.

Padahal esensi tujuan pendidikan nasional adalah belajar menjadi orang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Dengan demikian kepatuhan menjalankan perintah orang tua dan norma-norma yang berlaku di masyarakat jelas terkait dengan pembiasaan di waktu kecil. Selain meletakkan dasar-dasar kepatuhan, orang tua dan guru juga diharuskan menjadi model yang baik bagi anak-anaknya. Tak cukup itu saja, kasih sayang, perhatian yang cukup dan pendampingan sejak dini sampai remaja memungkinkananak lebih sedikit melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Jika anak berhasil melakukan hal-hal positif yang diharapkan, tak ada salahnya diberi reward meskipun hanya berupa kalimat pujian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun