Mohon tunggu...
Gaharu Online
Gaharu Online Mohon Tunggu... Guru - Ibnu Rusid

Provinsi Nusa Toleransi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Lawyers Club Bukan Ruang untuk Mem-bully

19 Desember 2020   09:56 Diperbarui: 19 Desember 2020   10:04 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: dokpri.

"Indonesia Lawyers Clup Bukan Ruang Untuk Membuli "


Perdebatan yang dipertontonkan menjadi tidak mendidik ketika corong pemerintah lahir dengan gagasan konyol tanpa pertimbangan yang jelas. Dalam ruang publik pembicaraan memanas dan jauh dari kata substansial menjadikan pertontonan tersebut bukanlah bertolak pada kepentingan rakyat. Dari beberapa perdebatan dibawah ini dapat kita lihat bagaimana etika yang mereka tunjukkan ke ruang publik. Bukan merujuk pada estetika namun merujuk pada pertengkaran dan perdebatan tanpa solusi.

Mulai dari perdebatan antara :
Ali Ngabalin Vs KH. Zaitun (ILC)
Fajruh Rahman Vs Haris Azhar (ILC)
Adian Napitupulu Vs Rocky Gerung (ILC)
Irma Chaniago Vs Rocki Gerung (ILC)

Kepercayaan masyarakat akan terkikis habis oleh tokoh-tokoh diatas. Tokoh yang menjadi corong pemerintah. Dengan satu ciri khas dalam berdialok, memotong dan membahtah tidak pada tempatnya. Memojokan lawan ketika berada dalam kemulut, berbicara tanpa henti sembari menghalang-halangi lawan bicara menjadi strategi mematikan lawan.  Jika prilaku dan tingkah ini selalu mewarnai ruang publik maka yang tersisa dari ruang publik hanyalah hujatan atas etika berdiskusi. Rasanya tahta tidak mampu menjadikan pribadi yang lebih baik dan mengerti namun sebaliknya.

Lontaran teriakan dan amarah seolah menjadikan lawan sebagai musuh masyarakat dan sebagai tindakan menyesatkan rakyat. Namun pertanyaan sederhananya adalah siapakah pemangku kepentingan?, Siapa yang memakan gaji dari rakyat?, Siapa yang menjadi pembantu rakyat?. 

Bukankah itu adalah aparat pemerintah?. Lalu haruskah telinga mereka berhenti mendengar tentang setiap suara oposisi?, Tidak juga demikian. Ataukah mata mereka harus dipaksa buta ketika banyak kelaparan dan kemiskinan yang terjadi di ibukota dan daerah terpencil di republik ini?. Tidak juga demikian.

Empat orang tokoh diatas yang mewakili pemerintah semakin menjadikan pemimpin nomor satu di negeri ini terkesan egois dan tempramen. Sebagaimana yang di pertunjukan oleh penyambung lidah pemerintah. Pemerintah terkesan telah menyiapkan pentolan di setiap pertemuan. Menyiapkan lawan bicara yang siap mematahkan suara oposisi. Dengan demikian apapun suara yang akan dikemukakan tidak akan diterima oleh pemerintah.

Indonesia lawyers Clup menjadi tontonan yang tidak bermutu ketika menghadirkan wakil pemerintah yang tempramen seperti diatas. Jual beli buli dan hinaan menjadi motivasi dalam mematahkan suara oposisi, menjadikan perdebatan tersebut hanya berisi hujatan amarah. 

ILC yang sebenarnya adalah ruang yang menjadi harapan masyarakat harus tercoreng dengan tingkah yang dipertontonkan oleh para pembicara. Ruang yang seharusnya menyajikan perdebatan yang sehat dan substansial dipaksa menjadi ruang yang berisi kebencian. Kejadian ini selalu saja terjadi ketika orang-orang yang sama muncul sebagai pembicara dengan musuh yang sama.

Terlepas dari siapa dia, oposisi ataupun bagian dari pemerintah sudah seharusnya berdialok dengan kearifan dan ketengan serta menunjukkan etika yang baik dalam berdiskusi. Sebagai aparat negara sudah sepantasnya menunjukkan etika dalam setiap sorotan kehidupan. Karena mereka bukan saja mereka tetapi mereka adalah apa yang terlahir dari harapan dan penderitaan rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun