Mohon tunggu...
Gaharu Online
Gaharu Online Mohon Tunggu... Guru - Ibnu Rusid

Provinsi Nusa Toleransi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Paranoid Politik 2019

1 September 2018   12:12 Diperbarui: 1 September 2018   12:50 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Koleksi Pribadi Ibnu Rusid

Sikap paranoid biasanya dipahami  sebagai ketakutan berlebihan akan apa yang akan terjadi. Sikap tersebut  diwarnai kecemasan yang mendalam atas ketidakpastian realitas. Sikap  paranoid, berhubungan dengan sifat dasar ''curiga ", yang dimiliki  manusia. Kadar sebuah ( sifat) curiga dianggap normal, jika masih dapat  diterima lingkungan. Tetapi jika sifat curiga seseorang begitu kuat  sehingga merugikan individu itu sendiri, apalagi jika berimbas ke  masyarakat, maka kondisi itu disebut sebagai sikap yang paranoid.

Paranoid tentu berbeda dengan sikap hati- hati dan waspada. Sikap  hati -hati dan waspada tentu saja diperlukan untuk proteksi diri dan  menjaga keamanan secara proporsional. Namun sikap paranoid sebaiknya  harus dijauhi, karena sikap tersebut tidak proporsional sehingga akan  kontraproduktif dan akan menyebabkan kepanikan.

Mereka yang mengalami paranoid, meminjam istilah Martin Heidegger dalam  Discourse on Thinking (1966), banyak yang terjebak dalam kondisi  ''ketidakberpikiran" (thoughtlessness). Mereka tidak pernah berpikir  panjang , atau bahkan tidak berpikir pendek sekalipun. Dalam  ''ketidakberpikiran", mereka hanya ''berhasrat " melakukan sesuatu, lalu  menggunakan segala cara untuk melampiaskan hasrat itu dengan cara  menuduh dan menyerang pihak- pihak yang tidak sejalan dengan mereka.

Lebih jauh, WF Maramis ( 1998 ) menyebut ada beberapa ciri sikap  paranoid . Misalnya, cenderung agresif dan menganggap orang lain agresor  terhadap dirinya; cenderung angkuh ; sering mengancam orang lain  sebagai proteksi rasa permusuhan yang kuat dan suka melempar tanggung  jawab kepada orang lain. Dalam batas -batas tertentu, kondisi inilah  yang terjadi dengan kepemimpinan nasional di negeri ini dan berimbas  pada rakyatnya. Dalam penelitian didefinisikan, paranoia adalah  kecenderungan untuk menganggap orang lain mencoba menyakiti seseorng  saat motivasi mereka yang sebenarnya tidak terlalu jelas.

Sikap paranoid yang menghinggapi kepemimpinan nasional juga bisa  berimbas pada berbagai kebijakan dan dinamika politik. Di titik inilah  dikhawatirkan akan muncul pernyataan dan kebijakan yang tidak  proporsional karena didasari sikap paranoid politik. Sebab, hasil dari  sikap paranoid politik adalah sikap reaktif. Sementara sikap reaktif  biasanya akan diimplementasikan dengan cara membuat pernyataan dan  kebijakan yang tidak disertai dengan pertimbangan matang, tetapi dengan  emosi.

Sikap paranoit yang menghinggap di tubuh para elit politik seharusnya  dapat di netralisir dengan baik, persoalannya jika sikap paranoit ini  dipupuk di kalangan elit maka dengan sendirinya akan tumbuh subur  dikalangan masyarakat dan imbasnya kepercayaan masyarakat terhadap  politisi akan menurun bahkan sirna. Segala bentuk kegiataan yang  dilakukaan saat ini akan dipandang sebagai tindakan pencitraan, mulai  dari pemberian hadiah terhadap atlit, memberikan bantuan anak yatim,  memberikan bantuan kepada korban gempa bumi bahkan sampai kepada kurban  dan ibadah haji. Sunggu besar Paranoit di negeri ini hingga tidak  adalagi kebaikan yang hakiki, implikasi dari hal tersebut berkurangnya  kepercayaan masyarakat terhadap aktor politik. Sikap paranoit inilah  yang menimbulkan tejadinya saling tuding-menuding dikalangan elit  politik dan kalangan pemberi harapan palsu.

Kepercayaan masyarakat akan luntur jika sikap paranoit ini terus  dibudidayakan oleh aktor politik, dengan demikian maka hajatan demokrasi  akan menimbulkan berbagai gejolak baik di tingkatan elit maupun akar  rumput, mulai dari munculnya para penternak fitnah, menyemai kebencian  dan menebar hoax serta propaganda yang akan di sugukan dalam setiap  agenda demokrasi guna mencapai kursi kekuasaan.

Stop paranoit politik, mulailah berpikir tentang perubahan, mulailah  meluruskam niat sebelum semuanya terlambat. Karna politik sejatinya  adalah kemanusian maka jadilah manusia saat berpolitik. Ambisi akan  kekuasaan boleh tetapi haruslah mengedepankan sikap sebagai seorang  manusia yang senantiasa menggunakan akal dan hati bukan emosi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun