Masalah poligami selalu membuat saya penasaran.
Istilah yang benar adalah poligini (polygyny) bukan poligami, karena poligami artinya beristri atau bersuami banyak. Kebalikan-nya adalah monogami; yaitu beristri atau bersuami satu. Sedangkan poligini artinya beristri lebih dari satu, dan poliandri bersuami lebih dari satu.
O, begitu ya? Tapi, kok di mana-mana orang menggunakan istilah poligami dalam arti beristri lebih dari satu?
Maklumlah. Bangsa kita kan sering salah kaprah, dan suka membiarkan keterlanjuran.
Ya, begitulah. Sekarang, bisakah kita ngobrol panjang-lebar mengenai masalah poligini?
Bisa saja; tapi jangan berharap bahwa obrolan kita ini akan menuntaskan masalah atau mengakhiri predebatan.
Paling tidak, saya ingin agar masalahnya terpetakan dengan jelas, sehingga akan jelas pula bagaimana nanti saya bersikap. Saya tidak mau seperti mereka di luar sana itu, yang cenderung ribut tanpa berusaha menempatkan permasalahan pada proporsinya.
Maklumlah! Karena masalah ini, terutama setelah peristiwa pernikahan Aa Gym yang kedua, telah menimbulkan semacam malaise kan?
Malaise?
Ya. Semacam rasa tak enak di badan, ditubuh umat Islam, tanpa kita ketahui di mana pusat sakitnya.
Lho, bukankah kita sudah tahu bahwa perasaan tidak enak itu ditimbulkan oleh poligini, dan yang menderita sakit adalah kaum perempuan? Di hariam Kompas tanggal 11 Desember, Lily Zakiyah Munir malah menyebut “poligami” sebagai wabah!