Mohon tunggu...
I Gunawan
I Gunawan Mohon Tunggu... Administrasi - An ordinary people

Senang ngobrol tapi kalo nulis dodol, yang pada bisa nulis tolong ajarin ya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adab yang Hilang

10 Desember 2018   13:53 Diperbarui: 10 Desember 2018   14:14 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
                                               sumber gambar :http://ciputrauceo.net/blog/2016/9/2/

                                                                         

Penyebutan nama-nama dalam tulisan ini hanya sebagai contoh dan kebetulan belaka dengan tidak bermaksud tidak menghormati.

Arti adab menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah :

adabn kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan;

Silakan para pembaca untuk mencari referensi menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Sudah 20 tahun lewat pasca reformasi, ternyata hingar bingar "kebebasan pendapat" yang terjadi boleh dikatakan sudah jauh meninggalkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Bangsa yang dikenal tinggi budi pekerti dan adat istiadatnya. Elok kiranya kita menyisihkan waktu merenung dan menyempatkan diri lagi melihat adat istiadat nenek moyang dalam bertutur dan bersikap terhadap orang lain. 

Masih jelas diingatan penulis, bagaimana kita diajarkan sejak kecil untuk menghormati orang lain terutama orang yang lebih tua. Bagaimana memanggil mereka dengan panggilan "Pak", "Bu', "Oom", "Tante". Bagaimana kita bersikap terhadap orang tua atau di depan tamu. Bahkan senyatanya di dalam suatu organisasi atau pekerjaan pun tentunya kita biasa memanggil "Pak" dan "Bu" kepada rekan kerja maupun orang lain.

Kebebasan pendapat hanya diartikan menjadi "kebebasan berkata-kata" yang membabi buta tanpa arah. Implementasinya menjadi berpendapat "asal beda", supaya terlihat "punya pendapat " atau pun hanya untuk "terlihat pintar".  Lebih ironisnya lagi ada pula yang mengimplementasikan kebebasan berkata-kata menjadi bentuk pengelabuan publik (munafik-red) dimana hanya dengan kata-kata, orang-orang bisa bersembunyi dan memelintir kebenaran di berbagai nilai dan ajaran hanya untuk kepentingan sendiri bahkan menyembunyikan kebusukannya.

Hadirnya berbagai bentuk dan sarana informasi, komunikasi dan media sosial, selayaknya membantu kita dalam menyampaikan pendapat. Tapi apa lacur jika yang terjadi kemudian adalah kita dengan mudahnya memanggil (bahkan berteriak-teriak) kepada, sebagai contoh : Mega !, SBY !, Jokowi !, Prabowo ! . Tanpa ada rasa penghargaan bahwa mereka lebih tua atau masih/pernah memegang jabatan sebagai pemimpin bangsa. Bahkan hal tersebut dilakukan dan dicontohkan oleh mereka-mereka yang katanya wakil dan pimpinan masyarakat dan pejabat penting di berbagai kesempatan. Lantas bisa dibayangkan seperti apa kita memperlakukan orang lain yang hanyalah masyarakat biasa ? 

Jika terjadi pada diri kita, bagaimana kita jika saat seorang dari teman anak kita bertandang ke rumah lalu berkata : " Fahri, Novel ada di rumah nggak ? Mau ngajak main bola nih". ( Bpk Fahri adalah ayah dari Novel anaknya ). Kita sebagai orangtua tentunya ingin dihormati oleh teman main anak kita dengan hanya sekedar dipanggil " Pak" atau "Bu".  Tapi yang terjadi sekarang di depan public, di media sosial, televisi dan dimana2 semakin langka dijumpai sikap menghormati satu terhadap yang lain, bahkan yang terhadap orang yang lebih tua.

"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun