Mohon tunggu...
I Wayan Adrian
I Wayan Adrian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Calling, Sebuah Kisah Perjuangan dari Seberang Lautan

26 November 2022   22:38 Diperbarui: 26 November 2022   22:56 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia, film sebagai media yang berkembang lumayan signifikan dengan hadirnya film dalam bermacam-macam genre, contohnya adalah film bergenre sejarah yang dibungkus dalam bentuk documenter. Umumnya film documenter yang menceritakan sejarah Indonesia mengambil sudut pandang dari perjuangan yang terjadi di tanah air,contohnya pada masa pendudukan jepang maupun masa agresi Belanda,tak jarang juga ada studi yang memfokuskan pada sejarah Indonesia yang kisahnya jarang di angkat ke khalayak umum,bahkan terkadang ada film yang membawakan kisah perjuangan kemerdekaan Indonesia yang terjadi tidak di tanah air Indonesia,melainkan terjadi di negara lain.

Namun film yang mengangkat kisah tersebut sangat jaranf dio publikasikan ke masyarakat umum dikarenakan oleh berbagai macam faktor,seperti perizinan tayang yang ketat,alur film tidak akurat serta mengandung unsur-unsur terlarang dalam konstitusi nasional dan lain sebagainya. Salah satu contoh film dokumenter sejarah Indonesia yang tak di kenal banyak orang itu adalah sebuah film yang berjudul "INDONESIA Calling"

Indonesia calling merupakan film dokumenter sejarah hasil garapan studio asal Belanda yang Bernama Filmmaker yang di sutradarai oleh Joris Ivens dan di buat di Australia pada  tahun 1945-1946. Film ini menceritakan tentang peristiwa bersejarah tentang kisah perjuangan pekerja asal Indonesia yang ada di Australia dalam menghalangi kapal Belanda yang berusaha membawa serdadu dan senjata ke Indonesia untuk mengambhil alih kembali  tanah Indonesia untuk dijadikan koloninya seperti sedia kala. 

Dengan bantuan dan dukungan pekerja Australia, Cina, dan India, serta beberapa negara lain, pekerja Indonesia memboikot semua kegiatan pelabuhan dan pelayaran khususnya kapal yang berbendera Belanda sebagai upaya untuk membatalkan rencana agresi militer Belanda di tanah Indonesia, yang berencana mengirim ribuan pasukan dan senjata pada saat itu.

Film Indonesia Calling diawali dengan adegan 1.400 orang asal Indonesia yang akan dipindahkan dengan perahu Esperence Bay ke Surabaya (Schoots, 1995: 200). Sebelum kapal diberangkatkan, EV Eliott yang mewakili Serikat Pekerja Australia menyerahkan bendera tersebut kepada perwakilan pekerja Indonesia, sebagai tanda dukungan serikat pekerja Australia terhadap kemerdekaan Australia, Indonesia. Di sisi lain, perwakilan pekerja Indonesia menyampaikan terima kasih atas dukungan tersebut. 

Adegan ini menunjukkan hubungan baik antara pekerja Indonesia dengan pekerja lain di Australia. Sebuah hubungan memang tidak pernah tergambar dalam sejarah resmi pemerintahan Indonesia, namun Ivens berhasil menggambarkannya dalam film Indonesia Calling.

Di adegan berikutnya, orang Australia itu disebut-sebut sudah lama mengenal orang Indonesia yang bekerja di sana. Meski berbeda budaya dan bahasa, kedua belah pihak tetap menjaga hubungan yang harmonis dan toleran. Orang Australia menganggap para pelaut dan tentara di Indonesia sebagai kawan karena mereka semua adalah musuh Jepang. 

Saat jauh dari rumah, pekerja Indonesia selalu memikirkan kemerdekaan. Ivens ingin menunjukkan bahwa semangat kemerdekaan tidak hanya diungkapkan oleh orang Indonesia yang tinggal di Indonesia tetapi juga oleh orang Indonesia yang tinggal di Australia. Mereka tak segan-segan mengambil sumpah dan menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan di jalanan Sydney.

Tak hanya itu, Ivens juga menyuguhkan adegan yang menjelaskan bagaimana 72 juta penduduk Indonesia yang tinggal di pulau terkaya di dunia itu selama 350 tahun hidup di bawah dominasi dan eksploitasi Belanda. Berkat kekayaan sumber daya alam Indonesia, pemerintah kolonial mampu menghasilkan keuntungan sebesar 32 juta atau $100 juta setahun. Jumlahnya sangat besar pada saat itu sehingga tidak mengherankan jika setelah berakhirnya Perang Dunia II, Belanda ingin kembali mengeruk hasil alam dari Indonesia. Untuk ini, mereka membutuhkan kapal pengangkut.

cerita utama dimulai ketika dijelaskan bahwa kapal-kapal Belanda di pelabuhan Brisbane, Melbourne dan Sydney, Australia bersiap untuk kembali ke Indonesia. 

Tentu saja, untuk memperbaiki keadaan, Belanda harus membawa tentara dan senjata. Hal ini tidak lepas dari sudut pandang Ivens yang sekaligus mematahkan narasi resmi pemerintah kolonial bahwa kepulangan mereka ke Indonesia adalah untuk membebaskan mereka dari Jepang dan menjadikan negara Indonesia sebagai negara merdeka di bawah Kerajaan Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun