Mohon tunggu...
AHU Online
AHU Online Mohon Tunggu... -

Kanal Resmi Publikasi Humas Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Selanjutnya

Tutup

Money

Peran Balai Harta Peninggalan (BHP) dalam Restrukturisasi Utang Piutang

25 Februari 2019   15:29 Diperbarui: 25 Februari 2019   16:09 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wess En Boedelkamer (Balai Harta Peninggalan) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam kedudukannya merupakan satu-satunya Kurator dalam Kepailitan sebelum muncul kurator lainnya (swasta). Sejak berlakunya Faillisements-verordening Staatsbald 1905:217 jo Staatsbald 1906:348 yang merupakan peraturan kepailitan produk kolonial Belanda, Wess En Boedelkamer Balai Harta Peninggalan merupakan satu-satunya Kurator dalam kepailitan tersebut.

Krisis moneter yang melanda sebagian besar negara-negara Asia di pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan besar terhadap perekonomian dan perdagangan Nasional. Kemampuan dunia usaha untuk mengembangkan usahnya sangat terganggu bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya juga tidak mudah, hal tersebut sangat mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya. Keadaan tersebut berakibat timbulnya permasalahan-permasalahan yang berantai yang apabila tidak segera diselesaikan berdampak lebih luas lagi antara lain hilangnya lapangan pekerjaan dan permasalahan sosial lainnya.

Untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif sangat diperlukan perangkat hukum yang mendukung. Pada tanggal 22 April 1998 berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undangan Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Untung-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Berdasarkan UU no. 4 tahun 1998 terdapat ketentuan Kurator lain (swasta) selain Balai Harta Peninggalan yang diatur dalam Pasal 67 A (1) Kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, adalah :

a. Balai Harta Peninggalan; atau

b. kurator lainnya.

Disamping itu dibentuknya Pengadilan Niaga Pertama di Jakarta sesuai Pasal 248 Ketentuan Penutup. Perubahan UU Kepailitan dilakukan meningat undang-undang tentang kepailitan (Faillisements-verordening Staatsbald 1905:217 jo Staatsbald 1906:348 yang merupakan peraturan kepailitan peninggalan pemerintah hindia Belanda) sudah tidak sesuai lagi  dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat untuk menyelesaikan utang-piutang. Perubahan tersbeut dilakukan dengan memperbaiki, menambah dan meniadakan ketentuan-ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat. UU No, 4 tahun 1998 berlaku selama kurun waktu 6 (enam) tahun. Pada tanggal 18 Oktober 2004 Pemerintah menetapkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang untuk mengganti UU no. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan.

Dunia usaha menyambut baik dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK PKPU) yang diundangkan pada tanggal 18 Oktober 2004. Para pelaku usaha sangat berharap lahirnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan mampu memberikan perubahan tentang kepastian hukum terkait solusi penyelesaian masalah utang piutang antara debitor dengan para Kreditor, serta kepastian akan terjaganya kelangsungan usaha yang dijalani. Dengan UU No. 37 Tahun 2004 proses penyelesaian utang piutang tersebut dapat dilaksanakan secara Adil, Cepat, Terbuka, Efektif dan efisien. Harapan dunia usaha tersebut sangat wajar, mengingat muatan materi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU lebih lengkap dan konfrehensif. Hal ini berbeda dengan Undang-undang Kepailitan yang berlaku sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan, yang merupakan pengganti dari Faillissements-verodering Staatsblad 1905:217 jo Staatsblad   1906:348.

Namun demikian setelah berlaku selama + 18 (delapan belas) Tahun sejak diundangkan, pada kenyataanyanya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, jauh dari harapan dan bahkan semakin jauh dari cita-cita pembentukannya yaitu untuk ikut serta membantu pemulihan ekonomi dan memperkuat pranata hukum di bidang penyelesaian sengketa utang piutang yang legitimate. Recovery rate yang rendah, banyaknya putusan pengadilan yang kontroversial, perilaku sejumlah Kurator dan Pengurus yang tidak professional (tidak berintegritas), menunjukan ciri kelemahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Proses kepailitan sering menimbulkan multi tafsir, mulai dari proses di pengadilan maupun setelah putusanan pernyataan pailit, dan proses pengurusan dan pemberesan oleh Kurator.

Putusan pernyataan pailit merubah status hukum seseorang yang semula cakap melakukan perbuatan hukum menjadi tidak cakap melakukan perbuatan hukum, menguasai dan bahkan mengurus harta kekayaannya sejak saat putusan pernyataan pailit diucapkan. Untuk menghindari perebutan harta Debitor pailit apabila dalam waktu yang sama terdapat  beberapa kreditor lainnya menagih piutangnya. Berdasarkan putusan pernyataan pailit tersebut maka seluruh harta Debitor pailit berada dalam sita umum, yang mengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan seorang Hakim Pengawas.

Faktor perlunya pengaturan kepailitan selain untuk menghindari adanya perebutan harta Debitor dari para kreditornya, juga dapat menghindari adanya kecurangan-kecurangan baik yang dilakukan oleh Debitor itu sendiri maupun oleh satu atau lebih kreditor. Untuk itu dalam undang-undang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang memuat beberapa asas antara lain:

a.      Asas Keseimbangan;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun