Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gagal Paham Pancasila Kalangan Elit Penguasa, Pancasila Ideologi Utopis?

1 Juni 2020   06:52 Diperbarui: 1 Juni 2020   14:46 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1 Juni 2020, menjadi hari peringatan lahirnya Pancasila sebagai konsepsi bernegara dan berbangsa. Perumusan Pancasila yang begitu rumit dan pelik kala itu menjadi bagian kenangan sejarah yang teramat sakral dan dipuji dengan ceremonial tahunan dalam bingkai refleksi. 

Namun demikian, ketika persoalan bangsa mendera begitu rumit hingga memusingkan nalar berpikir, paling simpel orang menyatakan Pancasila gagal diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Fakta yang terlihat adalah sering kali nilai-nilai Pancasila saling bertentangan dengan realitas  bangsa. Tingkah polah pejabat semakin menjadi-jadi dengan budaya KKN-nya, saling sikut sana-sini, jaminan sosial untuk rakyat hanya sebatas janji di awal pemilihan umum, iuran BPJS terus dinaikkan bagai preman memalak penduduk lemah. 

Pembangunan atas dalih kemakmuran tak lagi menghiraukan AMDAL. Rakyat yang berupaya memberikan saran dan kritik kepada pengusa sekarang ini malah tertuduhi makar bahkan anti Pancasila. Dan masih banyak sekali problem bangsa ini yang rumit. 

Lalu, Pancasila sebagai konsepsi negara itu apa sudah benar? Apakah Pancasila terlalu utopis bagi negeri ini? Atau penghuni negeri ini saja yang terlalu bodoh untuk memahami dan menjalankannya?

Teringat perkataan Sujiwo Tejo dalam acara Indonsia Lawyer Club, ia mempertanyakan, "Pancasila itu ada apa tidak?". Pancasila tidak ada jawabnya. "Bagi saya nggak ada, jujur. Yang ada itu gambar burung garuda pancasila dan teks Pancasila". Lantas Sujiwo Tejo menambahkan, tidak ada lagi pancasila karena rakyat menderita. Kalau pancasila ada, air kita nggak beli. Lapangan kerja gampang. Perusahaan-perusahaan saldonya Rp 0, karena tidak mengejar keuntungan.

Ungakapan Sujiwo Tedjo di atas bisa jadi adalah argumen kekecewaan karena nilai-nilai idealitas Pancasila tidak terimplementasikan dalam realitas berbangsa dan bernegara. 

Ya, mungkin hal tersebut juga yang mendasari Rocky Gerung menyatakan bahwa Pancasila gagal sebagai ideologi negera karena banyak sikap para elit yang bertentangan dengan Pancasila itu sendiri. Indikator kegagalan Pancasila sebenarnya perlu juga dipahami bahwa yang gagal itu adalah orang yang menafsirkan Pancasila, di mana keselahan pemahaman itu dimulai dari tataran konsepnya, misal ekonomi Pancasila dulu sekali pernah diupayakan pemahaman konsep maupun aplikasinya, namun pada akhirnya sekarang hilang lenyap tanpa jejak. Pemerintah dalam mengambil kebijakan seharusnya berdasarkan nilai-nilai Pancasila. 

Namun, lagi-lagi dalam realitasnya kerap menjadi pertanyaan yang mencederai nalar: Pancasilais-kah keinginan Pemerintah untu terus melanjutkan rencana pemindahan Ibu Kota di tengah-tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini? Lebih penting mana, keselamatan rakyat dari pandemi atau pindah Ibu Kota.

Sumber Pancasila itu tidak hanya nilai keagamaan, namun juga norma sosial, budaya, dan nilai-nilai luhur bangsa ini. Tentunya dengan sumber yang universal tersebut Pancasila akan mudah dipahami penguasa sebagai pijakan solusi atas persoalan negara. Kecuali, jika memang naluri telah tertutup oleh keserakahan, keangkuhan, dan kepongahan. 

Maka, bisa jadi sepintar apapun elit tetap saja akan mengambil kebijakan yang menguntungkan dirinya, koloninya, dan persekongkolannya. Tak akan ada lagi rasa empati kepada rakyat yang susah, tak ada lagi kecintaan kepada bangsa. Adanya hanyalah pengkhianatan demi pengkhianatan. Sehingga, wahai elit penguasa gunakan nuranimu. Selamat hari lahir Pancasila. Semoga "Pancasila dalam Tindakan" tak sekedar gimmick dan klaim Pancasila sebagai ideologi utopis semoga saja salah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun