Satu kalimat yang lumayan kontroversial dari Emile Durkheim dalam buku Seven Theories of Religion karya Daniel L. Pals yang membahas keterkaitan antara teori sosial dan agama sebagai berikut:
"Masyarakat adalah roh dari agama"
Sedemikian Durkheim memberi penekanan pada sisi masyarakat, jika agama diibaratkan tubuh manusia. Masyarakat adalah jiwa atau nyawanya. Jika tubuh tidak bernyawa, tentu tidak ada guna-nya. Begitu juga sebaliknya, apabila ada nyawa tapi tidak menemukan tubuh sebagai tempat bernaung, jadinya ya gentanyangan Wkwkwkwk, just kidding my friends 😀😀. Artinya apa? Antara masyarakat dan agama, atau agama dan masyarakat dapat dikatakan mempunyai arus timbal-balik atau berkesinamnungan. Apabila di suatu wilayah masyarakatnya tergolong "baik" dalam hal mematuhi norma, maka juga bisa dikatakan bahwa agama di masyarakat tersebut juga berjalan dengan "baik".
Kategori Baik-Buruk
Tapi menariknya, ada satu ungkapan dari Durkehim pada bukunya Daniel L. Pals, yakni: tidak adanya ukuran "baik" atau pun "buruk" dalam melihat suatu masyarakat. Karena budaya atau adat-istiadat di berbagai wilayah mempunyai etika, moral, atau norma-norma tersendiri, baik tertulis atau tidak tertulis. Misalnya, orang Jawa dengan orang Medan. Coba kita lihat dari sisi cara bicaranya saja.
Orang Jawa dikenal dengan tutur halus dalam hal berbicara, dibarengi dengan nada yang rendah dan terkesan lembut. Lain halnya dengan Orang Medan, orang Medan kalo berbicara secara umum menggunakannada yang tinggi dan terkesan membentak. Dua kultur yang berbeda ini apabila disilangkan, maka akan terasa tidak pas "cocok". Maka dari itu, Durkheim menekankan pada tidak adanya istilah "baik" atau "buruk", yang ada hanya kebersamaan, ikatan antara satu dengan lain secara kuat, saling bekerjasama, kepentingan umum, dan lain sebagainya.Â
Kesakralan Masyarakat
Kembali lagi ke pembahasan masyarakat dan agama. Bagi Durkheim, masyarakat dalam konteks agama sifatnya sakral (superior, berkuasa, dihormati, dan lain sebagainya). Kesakralan agama terletak pada tingkat konsentrasi yang "tinggi atau dalam" oleh pemeluk agama dalam hal ritual atau upacara keagamaan. Ada "sisi konsentrasi" yang menjadi sakral dalam agama.
Lalu pertanyaannya adalah mengapa Durkheim sampai mengatakan bahwa ada kesakralan dalam melihat masyarakat, hingga sampai mengatakan bahwa masyarakat adalah roh dari agama? Karena Durkheim mempunyai anggapan bahwasanya fungsi dari agama tidak lain hanya sebagai pembangkit perasaan sosial, di mana simbol dan ritual yang ada hanyalah wujud ekspresi ikatan dengan komunitas (masyarakat).