Mohon tunggu...
Muhammad Misbahul Huda
Muhammad Misbahul Huda Mohon Tunggu... Buruh - Santri Majelis Mujahadah Tap-Tip Purwokerto

Santrinya Masayikh Ajoenk Alfasiry

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Agama: Perspektif Emile Durkheim

12 Desember 2020   19:07 Diperbarui: 12 Desember 2020   22:50 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu kalimat yang lumayan kontroversial dari Emile Durkheim dalam buku Seven Theories of Religion karya Daniel L. Pals yang membahas keterkaitan antara teori sosial dan agama sebagai berikut:

"Masyarakat adalah roh dari agama"

Sedemikian Durkheim memberi penekanan pada sisi masyarakat, jika agama diibaratkan tubuh manusia. Masyarakat adalah jiwa atau nyawanya. Jika tubuh tidak bernyawa, tentu tidak ada guna-nya. Begitu juga sebaliknya, apabila ada nyawa tapi tidak menemukan tubuh sebagai tempat bernaung, jadinya ya gentanyangan Wkwkwkwk, just kidding my friends 😀😀. Artinya apa? Antara masyarakat dan agama, atau agama dan masyarakat dapat dikatakan mempunyai arus timbal-balik atau berkesinamnungan. Apabila di suatu wilayah masyarakatnya tergolong "baik" dalam hal mematuhi norma, maka juga bisa dikatakan bahwa agama di masyarakat tersebut juga berjalan dengan "baik".

Kategori Baik-Buruk

Tapi menariknya, ada satu ungkapan dari Durkehim pada bukunya Daniel L. Pals, yakni: tidak adanya ukuran "baik" atau pun "buruk" dalam melihat suatu masyarakat. Karena budaya atau adat-istiadat di berbagai wilayah mempunyai etika, moral, atau norma-norma tersendiri, baik tertulis atau tidak tertulis. Misalnya, orang Jawa dengan orang Medan. Coba kita lihat dari sisi cara bicaranya saja.

Orang Jawa dikenal dengan tutur halus dalam hal berbicara, dibarengi dengan nada yang rendah dan terkesan lembut. Lain halnya dengan Orang Medan, orang Medan kalo berbicara secara umum menggunakannada yang tinggi dan terkesan membentak. Dua kultur yang berbeda ini apabila disilangkan, maka akan terasa tidak pas "cocok". Maka dari itu, Durkheim menekankan pada tidak adanya istilah "baik" atau "buruk", yang ada hanya kebersamaan, ikatan antara satu dengan lain secara kuat, saling bekerjasama, kepentingan umum, dan lain sebagainya. 

Kesakralan Masyarakat

Kembali lagi ke pembahasan masyarakat dan agama. Bagi Durkheim, masyarakat dalam konteks agama sifatnya sakral (superior, berkuasa, dihormati, dan lain sebagainya). Kesakralan agama terletak pada tingkat konsentrasi yang "tinggi atau dalam" oleh pemeluk agama dalam hal ritual atau upacara keagamaan. Ada "sisi konsentrasi" yang menjadi sakral dalam agama.

Lalu pertanyaannya adalah mengapa Durkheim sampai mengatakan bahwa ada kesakralan dalam melihat masyarakat, hingga sampai mengatakan bahwa masyarakat adalah roh dari agama? Karena Durkheim mempunyai anggapan bahwasanya fungsi dari agama tidak lain hanya sebagai pembangkit perasaan sosial, di mana simbol dan ritual yang ada hanyalah wujud ekspresi ikatan dengan komunitas (masyarakat).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun