Masih sangat hangat, peristiwa kedukaan terjadi di bangsa kita. Rabu, 21 April 2021, KRI Nanggala-402, yang mengangkut 53 orang prajurit TNI AL dinyatakan hilang kontak.Â
Sabtu, 25 April 2021, TNI AL menyatakan KRI Nanggala-402 subsunk atau tenggelam. Minggu, 26 April 2021, Panglima TNI menyatakan seluruh awak kapal meninggal.
Sebagian warga bereaksi. Sebagian besar bersimpati dengan mengunggah ucapan belasungkawa di media sosial, bagi tetangga dekat ada yang datang pada acara perkabungan di rumah keluarga korban, dan ada yang memberikan bantuan uang duka.
Namun, ada yang berperilaku sama sekali tidak pantas. Disarikan dari berbagai sumber, ada yang memberikan komentar tak senonoh berbau seksual, ada yang buat konten baper tentang cinta dengan menyelipkan tenggelamnya kapal, ada yang berceloteh bila hilang beli lagi dan diikhlaskan saja, dan lainnya, yang sejujurnya saya tidak kuat melanjutkannya. Betapa tidak berperasaan sebetulnya dengan menuliskan itu.
Sontak, semua komentar dan unggahan itu mengundang reaksi warganet. Mereka bereaksi negatif dengan mengingatkan, lebih baik tulisan dihapus dan tunjukkan empati. Saya? Juga bereaksi negatif, melalui artikel ini.
Berdasarkan KBBI, salah satu arti simpati adalah keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah, dan sebagainya) orang lain. Sementara empati bermakna keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.
Empati lebih dalam lagi tergali dari kepekaan hati dan tentu lebih penting daripada sekadar simpati. Dengan berempati, kita bisa memikirkan bagaimana perilaku sebaiknya yang kita tampakkan, berdasarkan olah pikir dan rasa dari imajinasi menjadi objek peristiwa.
Ya, empati itu belajar menempatkan diri atau otomatis -- bila pernah mengalami hal sama, sebagai objek derita. Dalam hal ini, keluarga korban, meliputi istri, orangtua, anak-anak, kerabat, dan lainnya. Bagaimana bila kita menjadi seperti mereka?
Masa depan anak-anak
Dalam membentuk perilaku dan karakter, anak-anak begitu membutuhkan figur keteladanan seorang bapak. Orang yang bisa memberi contoh akhlak baik, pelindung perempuan, dan pengayom keluarga.
Logika-logika berpikir jernih yang diturunkan bapak kepada anak sangat dibutuhkan. Integritas dalam bekerja ketika nanti dewasa perlu juga diajarkan pada anak. Bagaimana sekarang kondisi mereka, para anak korban, ketika telah tidak berbapak? Pikirkanlah.