Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Tiada ke Tiada

27 Maret 2020   14:50 Diperbarui: 27 Maret 2020   15:08 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di luar sana banyak manusia yang menyiapkan bekal. Kebaikan, amal baik, sedekah, beribadah, dlsb. Katanya manusia hidup di dunia ini hanya sementara, sedang hidup yang kekal adalah setelah kematian. 

Terlalu banyak macam praduga yang menyelimuti hati yang gelisah, kiranya setelah mati akan menempati surga atau neraka. Kegelisahan-kegelisahan itu terus saya berkembang, hingga pada suatu masa orang beriman memusuhi orang yang dikata tak beriman. Menghancurkan kepercayaannya, menghancurkan tempat ibadahnya, menghancurkan tradisinya, bahkan menghancurkan orangnya.

Ketakutan hidup berdampingan dengan orang kafir membuat mereka merasa risih, terganggu. Yang mana perselisihan-perselisihan akan terjadi, spekulasi-spekulasi akan tercipta. Dan semua itu karena iman, karena Tuhan yang berbeda.

Tapi lain orang, lain pemikiran. Aku tak memandang kehidupan setelah mati itu ada. Bahkan tentang surga dan neraka seperti kata kebanyakan orang. Bagiku dunia ini adalah campuran surga dan neraka. Air dan api. Baik dan buruk. Benar dan salah. Siang dan malam. Semuanya berpasangan, begitu juga surga dan neraka.

Surgaku adalah ketika aku tertawa, tersenyum, bahagia. Sedang nerakaku adalah ketika aku menangis, kalah, kecewa, dan juga patah semangat.

Disinilah aku hidup setelah mati. Dan ketika aku tutup usia, ruh-ku akan melayang bebas, terlepas dari semua karma yang menghiasi setiap hidupku yang fana. Dan ke mana ruh-ku pergi? Tak ada yang tahu. Bisa saja menempel pada janin binatang buas. Bisa juga hinggap di benih tumbuhan. Atau, hinggap pada janin yang belum terisi nyawa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun