Mohon tunggu...
Matrimony Lesmana
Matrimony Lesmana Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tukang Sosiologi Budaya

dengan ikhlas dan senang hati menyerukan bahwa perbedaan sosial budaya sama sekali bukan alasan pemisahan masyarakat;

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nyinyir, Hantu Kolonial Itu Masih Gentayangan

1 April 2020   08:30 Diperbarui: 3 April 2020   14:10 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: www. kompas.com)

Tapi bila seorang non-bangsawan mendapat kesempatan yang sama, diposisikan dekat dengan bangsa Eropa, akan dianggap sebagai perkembangan yang tidak diharapkan. Terutama oleh sesamanya, kaum non-bangsawan. Suasana ini salah satunya digambarkan dalam sebuah adegan di filem Oeroeg - adaptasi roman karya Hella S. Haasse dengan judul yang sama.

Dalam adegan itu Oeroeg, anak asisten rumah tangga tapi berkesempatan mencicipi bangku sekolah, berbahasa Belanda waktu memesankan sate ayam untuk temannya orang Belanda di pasar malam. Abdullah, si penjual sate yang juga temannya tidak terima hingga mereka terlibat pertengkaran mulut. Pada akhir pertengkaran Abdullah mencemooh Oeroeg untuk mengkapur seluruh badannya agar sekaligus menjadi ‘kulit putih’.

Terlepas dari kenyataan lain bahwa tidak semua cemoohan bertujuan menjatuhkan, perilaku ini sedikit banyak dikaji dan dijadikan instrumen untuk membawa keuntungan bagi kolonisator. Jika tidak, mungkin bangsa ini tidak akan saling menyerang satu sama lain selama tiga setengah abad lamanya.

Masyarakat saat itu namapk jelas sudah ‘disetir’ dengan politik promosi dan degradasi, agar memuncak rasa cemburu dan kemudian saling merendahkan. Sedikit saja satu pihak 'naik derajat, yang lain sudah siap ‘menariknya’ turun kembali.

Bedanya serangan verbal di sini, bukan lagi ungkapan rasa tidak suka seperti cemoohan Abdullah di filem Oeroeg, melainkan bisikan sosialisasi ketidak-sukaan satu pihak terhadap pihak lain hingga masyarakat luas (pihak ketiga) menerimanya sebagai hal yang masuk akal (Nassehi 2011: Hal. 167). Bentuk lain dari sosialisasi ini berupa penilaian yang melecehkan atau tuntutan berlebihan, seperti dibahas dalam makalah "Toxic Socialization".

Jelas sekarang, bahwa serangan verbal ini bukan kritik, tapi sudah dapat digolongkan sebagai nyinyiran.

[…], konstruksi ketidaksetaraan sosial cenderung stabil, yang berganti-ganti adalah orang-orang di dalamnya.

Dengan toxic socialization, yang ingin dilumpuhkan adalah kemampuan untuk membuka dan percaya diri, mempertahankan batas-batas sosial, termasuk kemampuan untuk mempercayai orang lain. Makanya tidak aneh bila masyarakat, dengan kaum elit berkarakter semacam ini, akan terus dihantui perpecahan.

Masa kini siapapun bisa mengangkat dirinya sendiri di dalam masyarakat tanpa harus terlahir sebagai bangsawan, sama halnya di wilayah politik. Dalam demokrasi yang sehat, siapapun bila dipercaya berhak punya posisi. Sekarang pergerakan orang untuk naik-turun status sosial sudah sangat dinamis. 

Meskipun demikian ada satu peta kemasyarakatan yang bersifat tetap yaitu ketidaksetaraan sosial, di mana orang dipandang lewat status sosial keluarganya, latar belakang budaya atau juga gaya hidupnya (Nassehi 2011: Hal. 167). Maksudnya, konstruksi ketidaksetaraan sosial cenderung stabil, yang berganti-ganti adalah orang-orang di dalamnya.

Namun dengan skema ketidaksetaraan sosial ini, juga tetap terbuka kemungkinan, bahwa orang 'dinaik-turunkan’ derajat sosialnya. Salah lewat toxic socialization - nyinyiran. Aksi nyinyir ini terlihat seolah menyerang langsung ke satu pihak, namun seperti diterangkan di atas, yang diincar justru persepsi pihak ke tiga yaitu masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun