Mohon tunggu...
Lyfe

"Live in 2018 : Social Maketh Life"

18 Februari 2018   23:46 Diperbarui: 18 Februari 2018   23:51 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1516464540974-5a89ac4fbde575483d7e05d2.jpg
1516464540974-5a89ac4fbde575483d7e05d2.jpg
PENGALAMAN BARU DAN UNIK MELALUI "LIVE IN 2018" DI SUKU BADUY

Himpunan Mahasiswa Administrasi Bisnis (HIMABI) Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi (FIABIKOM) telah mengadakan acara Live In pada 18 -- 20 Januari 2018 lalu di Suku Baduy, Lebak, Banten. Acara yang bertemakan "Societies Maketh Life" tersebut bertujuan untuk melakukan penelitian, kepedulian sosial, dan pengabdian masyarakat sebagai bentuk nyata dalam menerapkan nilai KUPP UNIKA Atma Jaya. Selain itu, acara ini juga dapat membentuk rasa kepedulian dan pengalaman baru dalam diri tiap anggota yang didapat dalam kegiatan ini. Kemudian, membentuk hubungan yang harmonis dengan warga Desa Suku Baduy serta menjalin hubungan dan komunikasi yang baik antara dosen dan masyarakat sekitar. Diharapkan dengan diadakannya acara ini akan lahir mahasiswa/i yang peduli akan permasalahan sosial di sekitarnya dan bisa menjadi agent of change.

           Pada hari pertama, panitia dan peserta memiliki perjalanan yang cukup panjang. Karena transportasi menggunakan kerata menuju Rangkas Bitung, kemudian dilanjutkan menggunakan mini bus menuju Desa Ciboleger yang ditempuh selama kurang lebih 2 jam. Kami juga perlu berjalan kaki menuju Desa Baduy Luar, tepatnya di Kampung Gajeboh sebagai lokasi tujuan. Jalan yang dilalui terjal, bebatuan, dan licin setelah gerimis. Kami juga melakukan pemasangan plang di lingkungan sekitar untuk mengimbau larangan membuang sampah sembarangan dan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Pada hari kedua, kami melakukan penelitian terkait aktivitas warga sekitar. Apa yang kami teliti adalah mengenai aktivitas menenun wanita Suku Baduy. Melalui hal tersebut, kami memiliki sedikit pengetahuan akan budaya dan tradisi Desa Baduy setempat. Kami juga membuat permen jahe yang diolah dari jahe bubuk, kayu manis, dan bahan lainnya. Jahe bubuk tersebut di dapat melalui hasil produksi warga sekitar. Permen jahe yang telah jadi dan dibungkus kemudian dibagikan kepada warga sekitar. Pada hari ketiga, kami kembali melakukan perjalanan yang jauh untuk kembali pulang.

            Namun, kami merasakan pengalaman yang baru dan unik di Desa Baduy tersebut. Hal ini karena lingkungan dan suasana di sana berbeda dan belum pernah kami rasakan. Masyarakat di sana hidup tanpa listrik dan lampu. Cakupan lingkungan pun terbatas di sekitar daerah tersebut. Kami merasa senang karena sedikit mengetahui kondisi, budaya, dan penghidupan yang menginspirasi kami. Hal ini memberikan kami pelajaran pentingnya bersyukur atas kehidupan masing-masing.

REFLEKSI DIRI DARI KETUA ACARA, NADEARMA (20)

1. Pengalaman apa saja yang didapat selama menjadi ketua pelaksana?

Saat menjadi ketua pelaksana acara Live In, banyak sekali manfaat yang saya dapatkan, antara lain adalah saya jadi semakin bertanggung jawab akan tugas yang dipercayai kepada saya, saya jadi lebih berani berkomunikasi di depan orang banyak, lebih percaya diri kepada kemampuan diri saya, dan saya jadi lebih bisa belajar untuk membagi tugas dimana saya lebih mempercayai orang lain dalam melakukan tugas yang dibagikan.

2. Ketakutan apa saja yang muncul saat menjadi ketua pelaksana?

Sebenarnya ketakutan utama saat saya menjadi ketua adalah perjalanan menuju Suku Baduy itu sendiri. Terjadi perubahan lokasi desa secara tiba-tiba pada saat berlangsungnya acara, dan hal itu adalah saya takut saat harus membimbing teman-teman saya untuk masuk ke dalam Desa Gajeboh, dimana cuaca saat itu yang tidak mendukung dan jalanan yang licin membuat saya dan teman-teman saya susah untuk menuju ke lokasi. Dan karena saya tahu kemampuan teman-teman saya berbeda, saya takut ada hal buruk yang terjadi yang akan menimpa mereka.

Ketakutan lainnya adalah saat staff saya, Bram kesusahan membawa plang untuk masuk kedalam kereta karena tinggi plang yang melebihi 2 meter tersebut harus dibawa dan dipasang di lingkungan sekitar Desa Baduy Luar.

Ketakutan terakhir adalah saat acara, kami takut saat membuat permen kami gagal, dikarenakan bahan yang kami kira dijual disana ternyata tidak ada, yang ada malah bahan yang lain. Dan saat penelitian, kami takut penduduk wanita desa tidak mau menjawab pertanyaan kami karena memiliki kendala bahasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun