Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tengku Zulkarnain Kembali Berulah

27 Juni 2020   01:20 Diperbarui: 27 Juni 2020   01:56 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Manadopedia.com

 

Selasa 23 Juni 2020, tagar #PecatTenguzulDariMUI menempati posisi puncak treding topic di media sosial Twitter. Para netizen ramai membuat tagar tersebut, berawal dari Podcast Refly Harun dengan Tengku Zulkarnain di Channel YouTube pribadi milik Refly Harun pada Senin 22 Juni 2020. Video yang diunggah pada YouTube tersebut menuai reaksi warganet, lantaran mereka merasa geram dengan pernyataannya yang menggegerkan publik, karena dianggap menebar kebencian dan ditonton oleh semua kalangan.

Tentu hal ini tidak dapat dibenarkan, mengingat Tengku Zulkarnain merupakan Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat. Sehingga tak sepantasnya membuat pernyataan yang menimbulkan kontroversi. Seorang ulama mestinya bersikap lemah lembut, santun, dan memancarkan kecerdasan. Seperti disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily bahwa "seorang yang mengaku ulama tak sepantasnya bicara seperti itu" (baca : Suarajogja selasa 23 Juni 2020).

Pernyataan Ace Hasan Syadily patut diapresiasi, sebab seorang Ustad atau Ulama sangat dihargai karena berakhlak mulia, sehingga pernyataan mengumbar ujaran kebencian atau hoax dianggap kontras dengan laku kesehariannya sebagai pendakwah. Seperti penulis pernah sampaikan lewat tulisan pada 12 April 2020 lalu, tentang "lebih baik diam daripada berbicara dan menyinggung perasaan orang".

Seharusnya para ustad yang sering tampil menyampaikan ceramah kiranya dapat mengambil hikmah dari nasehat seorang Sufi termashur Ibrahim bin Adham kepada muridnya Al-Fuzari terkait memikirkan dampak positif maupun negatif dari sebuah pernyataan yang hendak disampaikan.

Kata Ibrahim bin Adham kepada Al-Fuzari bahwa ada empat macam perkataan, yaitu perkataan yang engkau harap manfaatnya dan takut akan akibatnya, maka meninggalkannya adalah selamat, lalu perkataan yang tidak engkau harap manfaatnya dan tidak pula engkau takut akibatnya, maka paling sedikit engkau meninggalkannya, menjadi beban ringan pada tubuh dan lisanmu. Bergitupun dengan perkataan yang tidak engkau harap manfaatnya dan takut akan akibatnya (perkataan ini yang disebut Ibrahim bin Adham sebagai penyakit parah) serta yang terakhir yaitu perkataan yang engkau harap manfaatnya dan aman akibatnya. Ini adalah perkataan yang harus engkau sebarluaskan.

Terkait pernyataan-pernyataan kontroversi yang sering disampaikan Tengku Zulkarnain, membuat publik tentu bertanya-tanya apa sih motivasinya. Sebab, Indonesia dikenal menjunjung tinggi budaya ewuh pakewuh sebagai cerminan budaya timur yang bermaksud tidak ingin menjatuhkan bahkan sampai mempermalukan orang lain, prinsipnya menjaga perasaan orang lain, seperti yang disampaikan Ibrahim bin Adham pada muridnya Al-Fuzari yang penulis sebutkan di atas.

Dewasa ini, Pemerintah berupaya mengatasi krisis moral di kalangan anak bangsa melalui pendidikan karakter di sekolah-sekolah dan kampus, maupun pendidikan keluarga, dinilai sebagai solusi tepat dalam menghadapi problem kemorosotan moral di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada era globalisasi saat ini. Kebijakan ini patut didukung oleh semua kalangan, terlebih para tokoh agama yang sering tampil di depan publik.

Seharusnya mereka memposisikan diri sebagai pemberi pesan moral kepada masyarakat, bukan tampil layaknya politisi yang berada pada pihak oposisi dan merespon segala hal dengan kacamata politik. Sebab, apa yang mereka sampaikan tentu dikonsumsi oleh berbagai kalangan, termasuk anak-anak muda sebagai generasi penerus bangsa.

Di era Demokrasi saat ini, kemerdekaan mengemukakan pendapat - memang bagian dari hak asasi manusia dan dilindungi UUD 1945 sebagaimana dijelaskan pada pasal 28E ayat (3) "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat". Juga ditegaskan melalui pasal 19 dan 20 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia oleh PBB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun