Mohon tunggu...
Hillario Bintang Angelus
Hillario Bintang Angelus Mohon Tunggu... Siswa Kolese Kanisius

CC'27 AMDG

Selanjutnya

Tutup

Music

Ketika Musik Modern Kehilangan Originalitas: Krisis yang Terjadi di Industri Global

5 Mei 2025   11:41 Diperbarui: 5 Mei 2025   11:41 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia musik modern menghadapi sebuah tantangan besar yang jarang disadari oleh pendengar umum: krisis orisinalitas. Meski lagu-lagu baru terus bermunculan setiap hari, banyak di antaranya terdengar mirip, baik dari segi melodi, ritme, maupun lirik. Dari tangga lagu Billboard, Spotify Top 50, hingga trending YouTube, pola yang sama terus berulang --- lagu berdurasi pendek, beat sederhana, hook yang catchy, dan lirik yang mudah diingat. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah musik hari ini sedang kehilangan keberagamannya?

Masalah ini muncul dari beberapa penyebab yang saling berkaitan. Pertama adalah dominasi platform streaming. Layanan seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube Music kini menjadi cara utama orang mendengarkan musik. Di balik kemudahan yang mereka tawarkan, algoritma di platform-platform ini memiliki pengaruh besar dalam menentukan apa yang kita dengarkan. Algoritma merekomendasikan lagu-lagu berdasarkan popularitas dan kemiripan dengan lagu yang sudah sering kita dengarkan. Hal ini secara tidak langsung mendorong musisi dan produser untuk membuat lagu yang "ramah algoritma" - lagu yang mengikuti pola populer agar lebih mudah direkomendasikan dan didengar banyak orang.

Faktor kedua yang memperparah situasi ini adalah peran media sosial, terutama TikTok. Platform video pendek ini telah menjadi salah satu alat promosi musik paling efektif di dunia. Lagu yang cocok dijadikan latar video 15--30 detik lebih mudah viral, dan ketika viral, bisa langsung melonjakkan popularitas lagu dan musisinya. Contoh nyata adalah "Old Town Road" oleh Lil Nas X yang awalnya viral di TikTok sebelum merajai Billboard Hot 100 selama 19 minggu berturut-turut. Fenomena serupa juga terjadi pada lagu "Dance Monkey" oleh Tones and I serta "Stay" oleh The Kid LAROI dan Justin Bieber. Sukses besar dari lagu-lagu viral ini mendorong label dan musisi lain meniru formula yang sama: lagu pendek, beat cepat, dan hook yang kuat.

Akibat dari semua ini, dunia musik perlahan kehilangan keberagaman dan kedalamannya. Penelitian dari University of Cambridge tahun 2021 menunjukkan bahwa variasi harmoni, melodi, dan struktur lagu pop selama dua dekade terakhir mengalami penurunan signifikan. Lagu cenderung menggunakan progresi akor yang sama dan struktur yang seragam. Musisi, terutama yang baru memulai karier, merasa tertekan untuk mengikuti pola ini agar mendapat perhatian. Banyak dari mereka akhirnya mengorbankan kreativitas dan keunikan demi peluang sukses yang lebih pasti. Bagi pendengar, pengalaman bermusik juga menjadi monoton --- lagu-lagu yang mereka dengar terdengar "aman", tetapi jarang memberi kejutan atau pengalaman mendalam.

Melihat tantangan ini, beberapa musisi, kritikus, dan peneliti musik mulai menawarkan solusi. Salah satu pendekatan yang dianggap efektif adalah mendorong musisi untuk mengeksplorasi lintas genre dan budaya. Beberapa contoh sudah muncul di dunia musik internasional. BTS, misalnya, sering memasukkan unsur musik tradisional Korea dalam karyanya serta berkolaborasi dengan musisi Barat seperti Coldplay dalam lagu "My Universe". Billie Eilish juga dikenal karena memadukan elemen pop alternatif, elektronik, dan jazz dalam albumnya, menciptakan suara yang tidak biasa namun sangat berkesan. Langkah-langkah seperti ini menjadi bukti bahwa eksplorasi lintas genre dan budaya bisa menghasilkan musik yang segar dan original.

Selain itu, para pendengar juga didorong untuk lebih aktif mengeksplorasi berbagai jenis musik. Dengan tidak hanya terpaku pada playlist populer atau lagu yang direkomendasikan algoritma, permintaan terhadap musik yang beragam akan meningkat. Ketika pasar menjadi lebih terbuka terhadap variasi, musisi akan merasa lebih leluasa untuk bereksperimen tanpa takut karyanya tidak diterima.

Saya pribadi sepakat dengan solusi ini. Ketika musisi berani keluar dari zona nyaman dan mencoba genre atau budaya musik yang berbeda, musik menjadi lebih hidup dan kaya. Contohnya, kolaborasi antara Coldplay dan BTS berhasil menggabungkan pop Inggris dengan nuansa K-pop, menciptakan warna baru yang disukai pendengar dari berbagai belahan dunia. Keberagaman semacam ini tidak hanya memperkaya pengalaman pendengar, tetapi juga memberi kesempatan bagi budaya-budaya musik yang kurang dikenal untuk tampil di panggung global.

Namun menurut saya, ada dua solusi tambahan yang juga penting untuk dipertimbangkan.

Pertama, pendidikan musik yang lebih beragam. Sekolah dan lembaga pendidikan musik perlu memperluas materi ajarnya, tidak hanya berfokus pada musik klasik Barat atau musik pop mainstream, tetapi juga memperkenalkan genre minoritas, musik tradisional, dan teknik produksi musik modern. Dengan begitu, generasi muda yang belajar musik akan memiliki wawasan yang lebih luas dan lebih siap menciptakan karya yang unik.

Kedua, mendorong penghargaan dan festival musik alternatif. Ajang-ajang seperti Tiny Desk Concert (NPR), COLORS STUDIO, atau festival musik South by Southwest (SXSW) sudah membuktikan bahwa musik alternatif dan eksperimental bisa mendapatkan apresiasi luas. Jika semakin banyak penghargaan dan festival seperti ini diselenggarakan di berbagai negara, musisi akan lebih percaya diri untuk menciptakan karya yang tidak mengikuti arus utama.

Krisis orisinalitas dalam musik memang nyata dan kompleks. Namun dengan kerja sama antara musisi, pendengar, pelaku industri, dan lembaga pendidikan, kita masih memiliki peluang besar untuk mengembalikan keberagaman, kedalaman, dan makna dalam musik modern. Musik bukan sekadar produk instan untuk konsumsi cepat - ia adalah karya seni yang pantas dihargai dalam segala bentuk dan warnanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun