Mohon tunggu...
Hilda Safira Dwi Lestari
Hilda Safira Dwi Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tambah keterangan

"jangan ada kata nyerah sebelum mencoba"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbedaan Bukan Menjadi Pembeda

22 Juni 2022   16:48 Diperbarui: 22 Juni 2022   16:56 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keseharian tidak akan luput dengan yang namanya beragama. Dimana setiap orang akan mengikuti semua ketentuan, larangan dan kewajiban tersendiri dari agama yang di anutnya. Ketika kita sudah memutuskan untuk memilih satu dari sekian banyaknya agama yang ada maka sari situlah kita harus mengikuti semua aturan yang ada di dalamnya. Seperti halnya di Indonesia yang memiliki banyak sekali agama, diantaranya ada agama Islam, Hindu, Budha, Kristen Katolik dan Konghucu. Yang mana dari kesemua agama ini agama islamlah yang memiliki penganut paling banyak. Dan yang kedua ada agama Kristen dan untuk agama-agama yang lain juga ada tapi tidak sebanyak dari agama Islam dan juga Kristen tersebut. 

Dalam agama Islam setiap mukallaf pasti mengikuti organisasi masyarakat yang ada. Baik karena keinginan sendiri, mengikuti orang tua atau karena ajakan dari saudaranya atau bahkan paksaan dengan iming-iming imbalan Suatu hal. Dimana setiap organisasi masyarakat sudah tentu memiliki aturan-aturan sendiri. Dan di Indonesia yang lebih banyak di dominasi oleh orang islam memiliki berbagai macam organisasi masyarakat yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang mengikuti Nahdhatul ulama, Muhammadiyah, LDII, Wahabi dan yang lainya. Dari adanya perbedaan organisasi yang diikuti oleh setiap muslim tidak menjadi perdebatan yang utama. Karena perbedaan mengajarkan kita tentang bagaimana sikap saling menghormati tanpa harus mencaci maki. Sikap toleransi tanpa harus menjatuhkan sana-sini dan sikap harus bisa menerima tanpa harus memaksa. 

Dari banyaknya peminat dari Nahdlatul ulama sendiri tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada yang sedikit banyak tidak terlalu menyukai dengan orang Muhammadiyah yang menurutnya Muhammadiyah itu tidak lengkap. Padahal semua itu sama dengan takaran masing-masing yang mana kita hanya sebagai seorang penganut saja bukan pemimpin nya. Dari pemimpin atau yang mendirikan organisasi-organisasi tersebut saja sudah berbeda sudah tentu aturan yang ada pun juga pasti berbeda. 

Seperti hal nya dengan kehidupan realita yang ada saat ini. Kehidupan yang saling berdampingan dengan tidak saling menjatuhkan satu sama lain. Layaknya di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Sidiq Jember yang mana didalamnya banyak sekali para dosen, staf, mahasiswa dan juga mahasiswi nya yang berbeda organisasi masyarakat. Disini tidak pandang bulu kalian mengikuti organisasi apa, sejak kapan,  alasannya apa dan yang lainya. Karena disini semua bebas menentukan pilihan mereka sendiri tanpa harus memaksa kehendaknya. 

Bahkan dari pihak universitas juga terdapat organisasi-organisasi tertentu yang akan mengimbangi mereka dalam ber-ormas. Keadaan dimana mereka tidak terpojokkan, tertindas dan merasa dibully dengan adanya perbedaan ini. Dari perbedaan organisasi yang diminati oleh tiap individu disini tidak dibatasi berapapun kamu ingin, tapi bebas yang terpenting aktif selalu dalam organisasi Yanga di minati. Dan ketika dalam satu kelas terdapat mahasiswa atau mahasiswi yang berbeda aliran entah dia Muhammadiyah atau Nahdlatul ulama. Dosen tidak akan mengeluarkan dia karena perbedaan organisasi masyarakat yang dipilihnya. Dosen malah akan welcome dan tidak memperdulikan semua itu karena yang terpenting adalah nilai beragama mereka terhadap agama atau aliran lain itu tidak terpecah belah. 

 Ketika Muhammadiyah yang apabila melakukan sholat tidak memakai basmalah langsung membaca Alhamdu ketika bacaan Al Fatihah dibandingkan dengan Nahdlatul ulama yang memakai basmalah ketika membaca Al Fatihah pun tidak menjadi masalah ynag kompleks. Dan ketika Nahdlatul ulama yang menggunakan metode melihat hilal ketika akan memasuki Ramadhan dan penentuan Idul Fitri dimana yang di lakukan Muhammadiyah tidak seperti ketentuan yang di lakukan oleh Nahdlatul ulama melainkan hanya dengan mengikuti tanggalan yang ada dan dihitung cukup maka itu yang di anutnya.

seperti halnya juga ketika saya sendiri melihat realita yang ada, ketika di Ma'had Al Jami'ah yang di dirikan langsung oleh pihak  Universitas sebagai salah satu tempat yang Sangat berguna bagi pembinaan mahasantri yang ingin melakukan keagamaan dan perkuliahan nya. Dimana disini juga ada beberapa anak yang memiliki perbedaan organisasi masyarakat yang diminati. 

Dengan perbedaan itu, pihak Ma'had juga tidak menganjurkan untuk mengikuti organisasi masyarakat yang sama. Melainkan bebas mengikuti organisasi masyarakat yang di inginkan nya. Hanya saja bagi yang mengikuti organisasi masyarakat Muhammadiyah akan sedikit berbeda. Jika yang biasanya dia melakukan sholat subuh nya tidak menggunakan bacaan doa qunut maka jika disini pasti mengikuti imam karena disini semua mahasantri wajib mengikuti jama'ah dalam setiap sholat subuh, Maghrib dan isya nya. Mengapa dhuhur dan ashar tidak diwajibkan disini? Karena kita adalah Anka kuliahan yang mana tiap anak akan berbeda waktu masuknya yang apabila diwajibkan maka lebih banyak kemungkinan mahasantri tidak bisa berjamaah dikarenakan adanya jam perkuliahan yang belum selesai. 

Bahkan dalam kepemimpinan tidak pandang bulu. Kalian yang mencalonkan dari organisasi apa, tapi siapa yang minat dan bisa menjaga amanah yang sekiranya tidak egois jika ada permasalahan yang tentu ada di kala mendatang. Bahkan sebelum memulai atau di awal masuknya Ma'had biasanya ditanya terlebih dahulu oleh ustadzah nya disini. Yang karena mayoritas anak mahasantri nya adalah Nahdlatul ulama bukan Muhammadiyah. Dan disini juga diterapkan ta'limul afkar dimana semua mahasantri wajib mengikuti tidka perduli tentang jurusan, atau bahkan dari  organisasi yang berbeda. Karena kita disini dibimbing, dibina oleh ustadz dan ustadzah nya sebagai seorang mahasiswa atau mahasiswi yang harus mempunyai rasa toleransi tinggi karena setiap perbedaan itu pasti ada. Baik di kalangan universitas, rumahan atau di masa mendatang. 

Dari sini dapat disimpulkan bahwa perbedaan bukan jaminan seseorang itu buruk atau tidak baik. Karena dari perbedaan itulah kita akan saling mengenal, melengkapi, menghormati dan  yang terutama sikap toleransi antar beragama harus lebih besar dan tidak boleh egois tentang adanya suatu perbedaan di masa yang akan datang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun