Teknologi merupakan penyumbang terbesar dalam perkembangan jurnalistik di dunia. Awalnya, jurnalisme hanya terbatas pada penyajian berita pada media yang sifatnya konvensional. Misalnya, terdapat wartawan yang meliput berita untuk ditayangkan di televisi atau koran. Seiring berjalannya waktu, teknologi dan jurnalisme bersinergi melahirkan jurnalisme baru atau bisa juga disebut sebagai jurnalisme multimedia. Multimedia dalam hal ini merujuk kepada 2 konteks yang berbeda.
Multimedia dapat dijelaskan sebagai media yang digunakan oleh suatu perusahaan media dalam mendistribusikan kontennya. Misalnya, suatu media seperti Metro Tv memiliki stasiun televisi dan portal berita yaitu www.metronews.com. Bahkan, sekarang www.metronews.com telah tergabung dengan koran Media Indonesia karena berkaitan dengan kesamaan pemilik media yang bersangkutan. Junalisme, multimedia juga dapat dijelaskan sebagai berita yang disajikan dengan berbagai media.
Misalnya, dalam suatu berita kita dapat membaca tulisan yang berisi informasi berita, gambar dari peristiwa yang diliput, bahkan video yang direkam pada saat peristiwa itu terjadi. Sehingga, produk jurnalistik yang dihasilkan menjadi multimedia karena tidak hanya terbatas oleh satu media saja.
Kembali kepada pembahasan awal, kehadiran teknologi, menciptakan internet yang dapat membantu masyarakat dalam mendapatkan informasi. Bahkan, lewat kehadiran internet, jurnalisme juga mulai berkembang. Terdapat jurnalisme online dimana pendistribusiannya membutuhkan jaringan internet. Jurnalisme online diterapkan pada berbagai situs berita online seperti www.cnnindonesia.com, www.tirto.id, www.detik.com, dll. Jurnalisme online dianggap sangat membantu masyarakat karena penyebaran beritanya yang cepat.
Berita dalam situs online dapat muncul setiap menitnya. Hal inilah yang kemudian menjadi kekuatan dari jurnalisme online. Namun, jurnalisme online juga memiliki kekurangan yaitu kurangnya kredibilitas. Lewat jurnalisme online, setiap orang dapat menerbitkan tulisannya sendiri. Akan tetapi, kita tidak tahu apakah orang yang menulis tulisan tersebut memiliki kredibilitas dalam menyebarkan informasi yang akurat. Inilah yang kemudian menjadi kontroversi pula dalam dunia jurnalistik.
      Di Indonesia, jurnalisme online mulai popular pada tahun 1990-an. Pelopor pertama media online di Indonesia adalah www.republika.com. Pada saat itu, yang dilakukan oleh media online hanyalah memindahkan konten dari versi cetak ke versi online. Namun, sejak saat itu, mulailah banyak media-media online lain yang bermuncullan di Indonesia. Pada tahun 1998, muncullah media seperti www.kompas.com, www.detik.com. Namun, yang dilakukan www.detik.com sudah mulai merambah ke tingkat yang lebih tinggi. Detik mulai menerapkan sistem berita yang real time. Wartawan Detik mulai menggunggah berita yang benar-benar update. Berita-berita tersebut bahkan keluar setiap menit, dan dapat bebas diakses kapan pun dimana pun. Pada tahun 2000-an, mulailah media yang berbasis cetak mengeluarkan versi online.
      Banyaknya perusahaan media yang muncul kemudian bersaing satu sama lain. Strategi yang dilakukan oleh perusahaan media juga beragam. Salah satunya adalah dengan menggunakan judul berita clickbait. Fenomena ini tidak dapat dihindari, apalagi pada era serba digital ini. Strategi clickbait juga digunakan agar suatu media dapat bertahan dari  media-media lain. Clickbait merupakan penggunaan judul yang sifatnya boombastis, menggunakan kata-kata yang hiperbola, dan informal. Biasanya judul berita clickbait mengandung kata-kata seperti 'Astaga!', 'wkwk', 'Bikin Geger!', dll. Clickbait sering kali digunakan untuk mendongkrak perhatian masyarakat agar mengklik judul tersebut. Namun, disisi lain, clickbait dinilai membohongi masyarakat. Pasalnya, sering kali judul berita clickbait tidak selaras dengan isinya. Sehingga masyarakat juga merasa bahwa mereka dibohongi oleh berita-berita clickbait tersebut. Meskipun bagi perusahaan, clickbait itu menguntungkan, namun fenomena ini juga menuai kontroversi pada ranah jurnalisme.
Menurut penjelasan mengenai clickbait yang dilansir olehWired, terdapat celah antara apa yang ingin diketahui dan apa yang diketahui dalam pikiran kita. Teori ini disebut juga sebagai curiousity gap.Curiousity gap dapat mempengaruhi emosional seseorang. Ketika emosional seseorang telah terpengaruhi, seseorang akan secara tidak sadar akan membuka judul clickbait yang jika dibaca sekilas, cukup menarik perhatian. Ketika seseorang membukanya karena terdapat rasa penasaran ketika membaca judul, yang terjadi kemudian adalah orang tersebut akan sadar bahwa isi dari berita tersebut tidaklah terlalu penting. Misalnya, berita yang dilansir oleh www.tribunnews.com ini:
      Namun, tidak semuanya berita clickbait dapat menjerumuskan masyarakat. Beberapa berita terkadang mengandung fakta, meskipun termasuk dalam judul clickbait. Misalnya, berita yang dilansir oleh www.Liputan6.com ini: