K.H. Sholeh Iskandar lahir pada tanggal 22 Juni 1922 di kampung Pasarean Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Beliau merupakan anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan H. Muhammad Arif Marsa dan Hj. Atun Halimah. Sejak kecil sudah tampak ketertarikan terhadap ilmu -- ilmu agama, dan atas dorongan dari orang tuanya. Menurut Dida Djamilah BA, ayahnya belajar ke Sukabumi, tepatnya di kecamatan Cantayan, beliau berguru kepada K.H. Ahmad Sanusi (Sukabumi).
Kiprah di Dunia Militer
K.H. Sholeh Iskandar sebelum dikenal sebagai seorang ulama, dikenal sebagai pejuang yang tangguh, bahkan banyak yang mengatakan Sholeh Iskandar merupakan sosok komandan yang sangat ditakuti oleh serdadu Belanda.
Seperti dalam tulisan Beni Prakoso di prakosobeni.wordpress.com bahwa pasukan di bawah kepemimpinan Sholeh Iskandar berasal dari Markas Perjuangan Laskar Rakyat Leuwiliang, yang kemudian melebur bersama Hizbullah Leuwiliang, lalu mereorganisasi diri menjadi Batalyon I, Resimen Singadaru Biro Perjuangan Daerah XXXV Banten, di mana dalam bidang persenjataan sudah lebih dari yang dipersyaratkan untuk membentuk suatu Batalyon, saat itu persenjataan yang dimiliki adalah 1:2, artinya setiap dua orang pasukan mempunyai satu senjata. Sementara syarat pembentukan satu Balyon TNI adalah memiliki senjata 1:5.
Pada masa pemeritahan Orde Lama pernah beberapa kali dipanggil ke Istana Bogor oleh Presiden Soekarno untuk membantunya sebagai menteri Veteran. Namun ditolaknya, dan tidak lama dari penolakan tersebut beliau ditangkap dan dijebloskan ke penjara selama 4 tahun tanpa proses hukum.
Penangkapan tersebut besar kemungkinan akibat aktivitas K.H. Sholeh Iskandar di kepengurusan Partai Masyumi bersama--sama dengan Muhammad Natsir, K.H. Noer Alie dan beberapa Ulama lainnya, yang memang pada saat itu berseberangan dengan gagasan Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis)-nya Soekarno. Dalam sebuah kesempatan beliau pernah berkata, "Saya ditahan sampai tiga kali oleh Orde Lama itu. Dan dilepas tanpa diperiksa dan diproses".
Peran Sebagai Ulama
Pada bulan Juni 1960 bersama -- sama K.H. Abdul Ghaffar Ismail, Dr. M. Natsir, KH Hasan Basri, Dr. KH Didin Hafidhuddin MS, Dr. Anwar Haryono, Prof. Dr. AM. Saefuddin, Prof. Dr. Zuhal A. Qodir, Taufiq Ismail, Prof. Dr. Ir. H. A. Aziz Darwis, MSc dll., mendirikan Pesantren Pertanian Darul Fallah di Jalan Raya Bogor - Ciampea KM.12, Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor, Jawa Barat. "Kalau saya ditanya, Pesantren ini mau ke mana, saya akan menjawab: mau ke akhirat," tutur beliau.
Pada tahun 1963 -- 1967, pesantren tersebut sempat terhenti, karena K.H. Sholeh Iskandar pada masa itu sedang dalam masa penahanan. Saat dibebaskan tahun 1967, beliau kembali ke Pesantren Darul Fallah namun kondisi pesantren saat itu sangat tidak terawat, yang akhirnya memulai lagi dengan membenahi fasiltas -- fasilitas pesantren yang tersisa.
Saat ini, di pesantren ini pelajaran ilmu agama hanya 30%, selebihnya merupakan pelajaran kejuruan pertanian, keterampilan dan umum. Agama Islam, di Pesantren Darul Fallah, sebagian dijabarkan dari segi amaliyahnya, tidak semata -- mata diajarkan sebagai ilmu. Maka, pusat pendidikan ini lebih dikenal sebagai Pesantren Pertanian.
Selama ini sebagai lembaga, kata K.H. Sholeh Iskandar, Darul Fallah tidak pernah mengalami hambatan. "Kesulitan justru datangnya dari luar. Karena ini barang baru, terkadang susah dipahami pemerintah. Pernah pesantren ini dicurigai sebagai proyek berbahaya." ( sumber ahmad.web.id)