Siapa yang menyangka bahwa kesukaan saya menulis diary atau buku harian sejak kecil membawa saya untuk membuat blog pribadi. Dari cerita sehari-hari masa sekolah, suka duka, susah senang, biasanya saya tuangkan di buku harian.
Impian mempunyai buku sendiri sudah lama saya idam-idamkan. Namun apa daya untuk membuat dan menerbitkan buku tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada berbagai prosedur terutama mengenai perijinan yang tidak bisa begitu saja dilewatkan.
Bak gayung bersambut, saya menerima tawaran undangan dari mbak Muthiah seorang Kompasianer senior untuk menghadiri temu muka dalam rangka memperingati 10 tahun menulis bapak Thamrin Dahlan.
Bertempat di salah sebuah coffee shop di bilangan Depok, kami berkumpul dan mendapatkan banyak kisah inspiratif dibalik lahirnya tulisan-tulisan beliau. Hebatnya lagi sekarang beliau mempunyai Yayasan yang khusus bergerak di penerbitan buku dan literasi yang murni untuk membantu para penulis menerbitkan bukunya. Yayasan tersebut adalah Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan atau YPTD.
Bila satu lidi yang digabungkan bisa menjadi sapu yang membantu membersihkan halaman rumah, maka artikel atau tulisan yang kita buat bisa menjadi buku yang memiliki nilai historis bagi penulisnya. Bahkan dengan buku juga bisa menaikkan prestige penulisnya.
Sekarang ini bahkan menjadi trend tersendiri dimana buku menjadi souvenir atau kenang-kenangan yang dibagikan kepada sahabat, kerabat, rekan bisnis sebagai bagian dari self image atau branding diri.